Pekanbaru, (ANTARA) - Direktorat Jendral Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) telah menghasilkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ganti kerugian pencemaran perusakan lingkungan dan denda administrasi bidang kehutanan sebesar Rp541,41 miliar pada 2023.
Direktur Gakkum KLHK, Rasio Sani dalam keterangannya diterima di Pekanbaru Senin mengatakan, pihaknya telah mengembalikan kerugian lingkungan dengan melakukan eksekusi putusan perdata yang sudah inkrah. Diantaranya PT KA dengan total ganti rugi sebesar Rp114.303.419.000, PT WA Rp19.608.700.000, PT WG Rp16.017.730.569, dan PT SPS tahap 1 sebesar Rp68 miliar.
"Tahap kedua sebesar Rp68 miliar akan segera dilunasi oleh PT. SPS pada tahun 2024," katanya.
Selain itu dikatakannya pada tahun 2023 untuk penanganan kebakaran lahan dan hutan, pihaknya telah melakukan beberapa tindakan di berbagai daerah di Indonesia. Tindakan tersebut berupa penyegelan dan dukungan penanggulangan Karhutla di Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 11 areal korporasi dan 5 areal masyarakat.
Kemudian di Provinsi Sumatera Selatan, penyegelan 10 areal korporasi dan 4 areal masyarakat. Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 11 korporasi, Kalimantan Selatan 2 korporasi, dan Riau sebanyak 4 korporasi. "Gakkum KLHK melakukan register lanjutan lokasi lahan terbakar dan penegakan hukum lokasi lahan terbakar," ungkapnya.
Untuk memperkuat efek jera serta upaya restoratif dalam penelusuran dan pemulihan asset, Gakkum KLHK bentuk Tim Gabungan Penanganan Dugaan Tindak Pidana Pencucian (TPPU) terkait dengan Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TPLHK). Pembentukan Tim Gabungan dilakukan antara Ditjen Gakkum KLHK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melalui Surat Keputusan (SK) Dirjen Penegakan Hukum LHK Nomor: SK.37/PHLHK/PHPLHK/GKM.3/05/
Komitmen KLHK lanjutnya dalam penegakan hukum TPPU untuk meningkatkan efek jera serta pemulihan kerugian dan asset telah dilakukan melalui berbagai langkah antara lain melakukan penguatan kewenangan Penyidik Pidana Asal dengan Judicial Review melalui Mahkamah Konstitusi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK dan KKP. Kewenangan PPNS tersebut dikabulkan berdasarkan Putusan MK Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021.
“Penyidikan TPPU akan meningkatkan efek jera melalui hukuman pidana berlapis terkait tindak pidana asal maupun tindak pidana pencucian uang pada pelaku utama atau penerima manfaat, 'follow the money follow the suspects', sekaligus memperkuat pemulihan aset dan kerugian lingkungan," ujarnya.
Baca juga: Apel Green laporkan aktivitas tambang ilegal Nagan Raya ke Gakkum KLHK
Baca juga: KLHK segel lahan perkebunan sawit terbakar di Palangka Raya
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024