Pernyataan itu disampaikan Xi dalam pidatonya pada malam tahun baru menjelang pemilihan presiden Taiwan pada 13 Januari mendatang.
“China pasti akan bersatu kembali, dan semua warga China di kedua sisi Selat Taiwan harus terikat oleh tujuan yang sama dan ikut serta dalam kejayaan kebangkitan bangsa China,” kata Xi, menurut Kementerian Luar Negeri China. Pernyataan Xi kembali menunjukkan tekad Beijing untuk menyatukan Taiwan dengan China, meskipun Taiwan adalah pulau demokratis yang memiliki pemerintahan sendiri. China menyatakan akan menggunakan kekerasan jika perlu untuk mencapai tujuannya tersebut.
Taiwan memisahkan diri dari China akibat perang saudara pada 1949.
Wakil Pemimpin Taiwan Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik, yang berkuasa dan memiliki pandangan independen, saat ini unggul dalam persaingan pemilihan presiden Taiwan menurut jajak pendapat baru-baru ini.
Namun, Hou Yu-ih, kandidat dari partai oposisi utama Partai Nasionalis, yang menawarkan dialog dengan China, semakin mendekati keunggulan Lai.
Xi bertukar ucapan selamat tahun baru dengan timpalannya dari Rusia Vladimir Putin dan mengutarakan harapannya untuk "meningkatkan rasa saling percaya, memperluas kerja sama, dan meneruskan persahabatan untuk memastikan bahwa hubungan China-Rusia terus bergerak di jalur yang benar," kata Kementerian Luar Negeri China.
Hubungan Xi dan Putin kian hangat setelah keduanya secara bergantian melakukan kunjungan ke negara masing-masing pada 2023. China menentang sanksi Barat terhadap Moskow atas perang yang telah berlangsung hampir dua tahun antara Rusia dengan Ukraina, yang dimulai pada Februari 2022.
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: China peringatkan pemimpin Taiwan bahwa reunifikasi tak dapat berhenti
Baca juga: Beijing tak kesampingkan penggunaan kekuatan untuk reunifikasi Taiwan
Baca juga: China tawarkan reunifikasi damai, Taiwan: Hargai demokrasi kami
Penerjemah: Shofi Ayudiana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024