Lebak (ANTARA) - Permintaan kain tenun tradisional produksi masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten kembali normal sehingga dapat menyumbangkan pendapatan ekonomi keluarga.
"Kami sekarang memproduksi satu pekan sebanyak dua kain dan dijual Rp500 ribu, sehingga pendapatan Rp2 juta per bulan," kata Sarah (25) seorang perajin tenun masyarakat Badui di Kampung Ciranji Pasir Desa Kanekes Kabupaten Lebak, Kamis.
Produksi kain tenun tradisional yang dilakukan itu selama delapan tahun dan sempat tahun 2020 - 2021 menghentikan kegiatan akibat penyebaran COVID -19.
Selama ini, permintaan produksi kain tenun tradisional masyarakat Badui kembali normal.
"Semua produk kain tenun itu dijual ke penampung juga terkadang konsumen ke sini," kata Sarah.
Begitu juga perajin lainnya, Icah (75) warga Kampung Gajeboh Desa Kanekes Kabupaten Lebak mengaku dirinya kembali memproduksi kain tenun khas tradisional masyarakat Badui setelah permintaan pasar normal.
Produksi kain tenun tradisional itu paling mampu merampungkan satu kain dengan panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter per pekan.
Sebab, dirinya tentu sudah tidak kuat untuk memproduksi dua kain per pekan, karena usia lanjut itu.
"Kami produksi satu kain per pekan bisa menghasilkan pendapatan Rp250 ribu," kata Icah.
Sementara itu, Sutisna, seorang petugas Penyuluh Perindustrian Muda pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak mengatakan produksi kain tenun tradisional masyarakat Badui dilakukan oleh kaum perempuan dan mereka mengerjakan di balai - balai rumah sambil menunggu suaminya datang dari ladang.
Mereka kaum perempuan memproduksi kerajinan tenun tradisional untuk membantu pendapatan ekonomi keluarga.
Baca juga: GOW Lebak sebut perempuan Badui membantu ekonomi keluarga
Motif dan corak tenun Badui itu memiliki filosofi yang mendalam sehingga berbeda dengan penenun dari daerah lain.
Filosofi corak dan motif tenun Badui itu mengandung makna kecintaan terhadap lingkungan alam juga kebaikan, kerukunan, kedamaian sesama manusia.
Karena itu, berbagai corak dan motif, diantaranya poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket dan smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).
Selain itu juga motif adu mancung, serta motif aros yang terdiri dari aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus.
"Motif, corak dan warna itu masing-masing memiliki filosofi berbeda," katanya.
Baca juga: Pemprov Banten kembangkan pariwisata Badui
Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2023