Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan dana sebesar Rp50 triliun untuk stimulasi pertumbuhan ekonomi dengan menggerakkan sektor riil sebagai antisipasi dampak krisis keuangan dunia yang diperkirakan semakin parah pada tahun 2009.

"Kami meminta agar pemerintah mengalokasikan sebagian dana stimulus itu untuk percepatan program infrastruktur agar dalam triwulan pertama 2009 ini proyeknya sudah bisa dilaksanakan tendernya," kata MS Hidayat di sela pengumuman pengurus Kadin yang baru di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kecepatan pemerintah untuk mencairkan APBN akan memberi pengaruh nyata bagi dunia usaha di daerah dengan adanya belanja barang dan kegiatan konstruksi.

Hidayat mengatakan, pemerintah harus memprioritaskan dana stimulasi pertumbuhan ekonomi itu untuk sektor padat karya terutama proyek infrastruktur terkait pangan dan energi di luar Jawa.

"Proteksi mesti diberikan untuk kepentingan industri manufaktur yang berbasis tenaga kerja seperti sektor pertanian pangan dan energi. Itu harus jadi prioritas pemerintah untuk digiatkan dan diberikan privilege agar berkembang,"ujarnya.

Oleh karena itu, Kadin menagih kepastian usulan 15 proyek investasi bidang pangan dan energi senilai 2,5 miliar dolar AS yang telah diajukan sejak pertengahan tahun lalu.

"Kami akan tanyakan apakah semua itu bisa dilaksanakan pada 2009 ini karena pertumbuhan ekonomi kita bisa dijaga di atas empat persen kalau ada investasi yang jalan (direalisasikan) dan pemerintah sudah setuju untuk memberikan prioritas pada sektor pertanian pangan dan energi," tuturnya.

Hidayat memperkirakan jika stimulus pertumbuhan ekonomi dengan dana sekitar Rp50 triliun itu dapat disalurkan dengan tepat pada sektor padat karya dan UKM mulai kuartal I/2009 jumlah pekerja yang mengalami PHK akan lebih rendah dari 200ribu orang.

Hidayat juga mengusulkan selain PPN dan (Pajak Pertambahan Nilai) dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), pemerintah juga diminta memberikan fasilitas berupa keringanan dalam hal pembayaran pajak penghasilan dan PPN.

"PPh dan PPN kami harap bisa dinegosiasi, kewajiban membayarnya ditunda. Kewajiban kredit yang jatuh tempo (agar) bisa dinegosiasi. Saat ini, bank sedang mengalami likuiditas yang ketat jadi kredit yang jatuh tempo tidak bisa di jadwal ulang,"paparnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009