Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Jumat pagi, turun kembali di level Rp9.100 per dolar AS menjadi Rp9.100/9.103 dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.045/9.075 per dolar AS atau turun 55 poin, setelah menguat tiga hari lalu. "Penurunan rupiah itu, karena pelaku pasar cenderung membeli dolar AS, setelah mata uang lokal itu mendekati level Rp9.000 per dolar AS," kata Analis Valas PT Bank Panin Tbk, Jasman Ginting, di Jakarta Jumat. Ia mengatakan kenaikan rupiah selama tiga hari berturut-turut hingga Rp9.045 per dolar AS mendorong pelaku lokal berspekulasi mencari untung dengan melepas mata uang lokal itu dan membeli dolar AS. Aksi ambil untung itu menekan rupiah yang semula diperkirakan akan bisa menembus level Rp9.000 per dolar AS, katanya. Namun, lanjutnya rupiah masih ada peluang untuk menguat lagi, karena berbagai sentimen positip dari pasar eksternal masih tetap memberikan dukungan positip terhadap mata uang lokal itu. Rupiah memang untuk mencapai ke level psikologisi Rp9.000 per dolar AS agak sulit, apalagi dengan adanya pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih tetap lesu pada kuartal II karena sektor riil yang diharapkan dapat menggerakkan pertumbuhan itu masih belum berjalan dengan baik, katanya. Merosotnya rupiah, menurut dia, juga adanya perkiraan bahwa Bank Indonesia (BI) akan menurunkan kembali tingkat bunga BI Rate yang saat ini berkisar 12,25 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bisa berkembang. Apalagi bunga BI Rate saat ini dinilai masih tinggi, sehingga menyulitkan Perbankan untuk menyalurkan kreditnya, karena para nasabah khawatir tidak akan bisa membayar pinjaman kredit dari bank, ucapnya. Rupiah, menurut dia ketika pasar dibuka langsung tertekan hingga di level Rp9.097 per dolar AS bahkan menjelang penutupan pasar pagi kembali melemah hingga mencapai level Rp9.100 per dolar AS. Namun rupiah diperkirakan akan bisa menguat pada perdagangan sesi sore, apalagi sentimen positif mengenai naiknya peringkat utang Indonesia dari Standard & Poors dari BB menjadi BB+ dengan prospek stabil diharapkan akan bisa memicu mata uang lokal itu menguat. Apalagi dolar AS di pasar global diperkirakan akan masih mendapat tekanan pasar, melihat pertumbuhan ekonomi AS cenderung makin melambat dan tingginya inflasi yang membuat bank sentral AS akan kembali menaikkan suku bunganya, katanya. "Dolar AS masih tetap di bawah tekanan pasar, meski saat ini dolar AS menguat terhadap yen, setelah keluarnya data pengangguran Jepang yang melonjak mencapai 4,2 persen jauh dari perkiraan pasar sekitar 4,0 persen," ucapnya. Para pelaku asing saat ini sedang melakukan aksi short-covering kepada dolar AS terhadap yen, ujarnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006