Saat saya menjabat sebagai Kakorlantas dengan mobilitas yang besar, ada kegiatan saya yang dititipkan ke Legimo, saya titipkan Rp2 miliar, uang dari mana? Saya punya usaha salah satunya SPBU di Semarang 2007,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Djoko Susilo mengakui bahwa uang yang diantarkan dari kantor Korlantas ke rumahnya merupakan hasil usaha dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
"Saat saya menjabat sebagai Kakorlantas dengan mobilitas yang besar, ada kegiatan saya yang dititipkan ke Legimo, saya titipkan Rp2 miliar, uang dari mana? Saya punya usaha salah satunya SPBU di Semarang 2007," kata Djoko dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Dalam sidang sebelumnya, Bendahara Korlantas Polri Kompol Legimo pernah mengatakan bahwa ia pernah menerima uang dari Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto selaku pemenang lelang proyek simulator dalam empat kardus besar dengan nilai Rp30 miliar.
Dalam dakwaan, uang Rp30 miliar tersebut disebut merupakan bagian dari pencarian "driving" simulator roda dua (R2) sejumlah Rp48 miliar, dengan Rp17 miliar diambil oleh Budi Susanto.
Legimo mengaku bahwa empat kardus itu kemudian dimasukkan ke mobil Djoko dan Wasis.
"Wasis mengatakan ada pengambilan kardus-kardus yang dibawa ke rumah terdakwa, tiga dus di mobil Wasis dan satu mobil di mobil terdakwa, apa isi kardus tersebut?" tanya jaksa.
"Saya punya usaha salah satunya SPBU di Semarang sejak 2007, kedua ada usaha jual beli keris, ketiga saya juga titipkan usaha lain di Bogor, kardus Wasis itu saya ambil Rp2 miliar dengan 4 dus merupakan hasil penitipan uang pom bensin, dan ada juga uang dari Jasa Raharja untuk kebutuhan pribadi saya," ungkap Djoko.
Namun jaksa mempertanyakan mengapa Djoko tidak melaporkan usaha SPBU tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada 2010.
"Saya sebagai aparat kalau ada usaha dengan kekayaan seperti itu maka tidak akan dilihat normatifnya secara jujur, mohon maaf, pegawai negeri dan TNI juga melakukan seperti itu," kata Djoko beralasan.
Artinya menurut Djoko ia tidak pernah menerima uang dari Budi Susanto.
"Tidak pernah menerima apapun dari, termasuk yang 30 (miliar) itu," ungkap Djoko.
Dalam LHKPN Djoko terakhir pada 2010 saat masih mejabat sebagai Kakorlantas, harta kekayaan Djoko hanya berjumlah Rp5,6 miliar tanpa memuat usaha SPBU maupun sejumlah rumah dan kendaraan yang dimiliki oleh Djoko atas nama orang lain.
Dalam sidang sebelumnya, terungkap Djoko Susilo menghabiskan uang Rp23,2 miliar untuk membeli tiga SPBU yaitu di Kendal Jawa Tengah, senilai Rp1,7 miliar; Ciawi Bogor, Jawa Barat, senilai Rp10 miliar dan di Kapuk Jakarta Utara, senilai Rp11,5 miliar. Semua SPBU itu diatasnamakan orang lain yang masih ada hubungan saudara dengan Djoko.
Dari dua pom bensin rata-rata menghasilkan Rp170 - 180 juta per bulan untuk SPBU di Ciawi dan Kendal.
Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa untuk tindak pidana pencucian uang dijadwalkan pada Selasa (13/8).
Dalam perkara ini, Djoko diancam pidana berdasarkan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Djoko juga dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang berdasarkan asal 3 Undang-Undang RI Nomor Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Ancaman pelanggar pasal tersebut adalah maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
(D017/R021)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013