Surabaya (ANTARA) - Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Radius Setiyawan mengingatkan masyarakat terkait adanya misinformasi atau disinformasi (hoaks) akibat maraknya potongan gambar dan video di media sosial pascadebat calon wakil presiden (cawapres).

Radius di Surabaya, Sabtu menilai debat perdana cawapres berjalan seru dan sengit. Ketiga cawapres cukup agresif menyerang lawan-lawannya, bahkan perdebatan tersebut dianggap lebih seru ketimbang debat calon presiden.

"Masing-masing calon melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. Saling serang tak terelakkan. Bagi saya dalam debat itu hal yang biasa. Selain cawapres, yang tidak kalah sengit lagi adalah perdebatan para pendukung di sosial media," kata Radius.

Dia menyebut para pendukung pasangan calon berusaha membuat framing positif atas narasi yang disampaikan kandidatnya. Namun tidak jarang juga menyerang lawan dengan framing negatif.

"Kalau kita lihat media sosial setelah debat tadi malam, berbagai potongan video atau gambar disebar, dan setiap potongan tersebut diberi makna sesuai dengan kepentingan. Tentu hal ini akan menggiring opini publik dan memiliki pengaruh yang kuat," kata Radius.

Menurut Radius, dunia digital saat ini memiliki jangkauan yang luas. Tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan, sehingga dalam konteks tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi misinformasi atau disinformasi.

Pengguna media sosial atau warganet, lanjut Radius harus memperhatikan hal-hal ini dalam menerima berita.

Pertama, memastikan. Artinya melakukan ricek atas informasi yang diterima. Cari sumbernya dan jangan mudah menyebarkan.

Radius menegaskan berita hoaks atau berita palsu menjadi isu serius jelang Pilpres karena memiliki potensi dampak negatif pada stabilitas sosial dan politik, sehingga perlunya peran aktif pengguna media sosial dalam memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.

Kedua, bersikap bijak atas potongan-potongan video atau foto yang menyebar.

Jangan malas mencari versi utuhnya. Karena dalam teks tersebut ada konteks yang harus dipahami. Mencari asal foto dan video secara utuh menjadi sangat penting karena tak jarang hal tersebut digunakan menyebarkan hoaks untuk mendukung klaim mereka.

"Jangan kecintaan terhadap pasangan calon membuat kita kehilangan nalar kritis," ucapnya.

Terakhir, Radius menyebut debat tidak akan mampu menggambarkan isi kepala. Karena durasi dan format yang ditentukan membatasi hal tersebut. Jadi wajar, siapa yang menguasai teknik dan strategi dialah pemenangnya.
Baca juga: Pakar sebut debat cawapres lebih cerdas dan kontekstual
Baca juga: Pengamat: Ketiga cawapres miliki pandangan sama soal pembangunan
Baca juga: Polisi siagakan kendaraan taktis selama debat cawapres Pemilu 2024

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023