Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar (PG), Setya Novanto diperiksa selama 10 jam sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor 60.000 metrik ton beras dari Vietnam.
Setya Novanto keluar dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis sekitar pukul 19.30 WIB didampingi oleh pengacaranya, Yuliyono, Sita
dan Hendrik dari Syam and Syam Law Office.
"Tidak benar, tidak benar," kata Novanto membantah pertanyaan wartawan
apakah benar dirinya memberi rekomendasi impor beras tersebut.
Kuasa hukum Setya Novanto, Yuliono menjelaskan, kliennya ditanyai sekitar 30 pertanyaan terkait impor beras ilegal atas tersangka Sofyan Permana, kliennya diperiksa oleh tim penyidik yang diketuai Pribadi Suwandi.
"Pada intinya, beliau menjelaskan kedudukannya selaku pemberi jaminan
pribadi atau personal guarantie dalam penerbitan L/C yang merupakan jaminan tambahan," kata Yuliono.
Disinggung apakah pemberian jaminan tersebut terkait status Dirut PT Hexatama Finindo, Gordianus Setyo Lelono (tersangka kasus tersebut) yang
merupakan saudara kandung Setya Novanto, Yuliono mengatakan hal tersebut
merupakan salah satu materi perkara.
Jawaban yang sama juga dikatakannya ketika ditanya apakah Setya
Novanto tau mengenai tidak dibayarkannya bea masuk dan pajak dalam rangka
impor.
"Saya tidak berwenang memberikan keterangan tentang itu terkait kedudukan saya selaku pengacara," kata dia.
Ditemui terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus)
Hendarman Supandji mengatakan Setya Novanto dipanggil untuk bersaksi dalam kasus impor beras sebanyak 60 ribu metrik ton dari Vietnam atas tersangka mantan pejabat Bea Cukai, Direktur Penyidikan dan Penindakan, Sofyan Permana.
Dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp25,4 miliar itu
ditemukan pelanggaran dengan tidak dibayarkannya bea masuk dan pajak dalam rangka impor bagi 59.100 metrik ton dari keseluruhan 60 ribu ton beras dari Vietnam yang diimpor PT?Hexatama Finindo dan Inkud tersebut.
"Untuk aparat bea cukai yang sudah maju, mereka dirumuskan sebagai
yang melakukan. Dalam pasal 55 KUHP, tidak hanya yang melakukan saja tetapi ada yang turut serta dan ada yang menyuruh melakukan," kata Hendarman.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006