Jakarta (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendukung penyusunan kebijakan dengan pendekatan sadar risiko agar tujuan perencanaan bisa terealisasi dengan baik.

Perencana Ahli Madya Bappenas Novi Mulia Ayu mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan regulasi untuk penerapan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional.

“Melalui regulasi tersebut diharapkan setiap kebijakan instansi sudah melakukan identifikasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pencapaian sasaran, tujuan, dan juga pengelolaan risikonya,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Novi menuturkan kebijakan berbasis sadar risiko juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, semisal para perokok dapat mengimplementasikan kebijakan ini dalam upaya berhenti merokok.

Baca juga: Bappenas: Ekonomi hijau peluang baru pertumbuhan ekonomi masa depan

Baca juga: Bappenas dirikan Pusat Inovasi Ekonomi Biru di Kepri

Menurutnya, cara penerapan sadar risiko itu adalah perokok dewasa harus fokus untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus memprediksi risiko-risiko yang berpotensi menghambat target.

“Jadi, sekali Anda mencapai ke sana (berhenti merokok), secara otomatis sudah bisa memperkirakan berbagai ketidakpastian dari pencapaian tujuan," kata Novi.

Ketua Masyarakat Sadar Risiko (Masindo) Dimas Syailendra Ranadireksa sepakat bahwa pembuatan kebijakan harus didasari kesadaran risiko.

Kajian ilmiah dan informasi berbasis ilmu pengetahuan menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan agar hasilnya tepat sasaran, sehingga masyarakat dapat menerapkan kebijakan yang sesuai dalam kehidupan sehari-hari.

Dimas mencontohkan peningkatan prevalensi merokok menjadi tantangan pemerintah dalam menekan angka penyakit yang disebabkan rokok.

“Beberapa negara saat ini sedang mencoba mencari solusi komplementer untuk mengatasi masalah prevalensi merokok. Pendekatan pengurangan bahaya tembakau melalui penggunaan produk tembakau alternatif bisa dikaji juga oleh pemerintah,” ucapnya.

Dimas mengungkapkan ada banyak penelitian yang menunjukkan adanya faktor pengurangan risiko pada produk tembakau alternatif karena penggunaannya tidak melalui proses pembakaran, sehingga tidak menghasilkan TAR.

Beberapa negara merujuk penelitian-penelitian tersebut dalam menyusun strategi pengurangan bahaya tembakau.

“Tujuannya mengurangi prevalensi merokok melalui pendekatan yang lebih rendah risiko,” ujarnya.

Lebih lanjut Dimas berharap seluruh lapisan masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam pembuatan kebijakan berbasis sadar risiko.

Aspirasi di ruang kebijakan publik mendorong perubahan positif bagi masyarakat maupun lingkungan melalui aksi nyata, seperti gerakan-gerakan kolektif di lingkungan sekitar ataupun kampanye di media sosial.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hari Prasetiyo mendukung partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik.

Dengan pelibatan publik, kata Hari, maka akan memberikan ragam perspektif untuk memitigasi risiko, semisal dari sudut pandang konsumen hingga ilmuwan.

“Hasil yang holistik itu kemudian dirumuskan bersama pemerintah. Pemerintah Pusat maupun daerah sering kali melibatkan masyarakat dalam pembentukan regulasi hanya melalui diseminasi,” ucapnya.*

Baca juga: Menteri PPN cerita praktik baik pengembangan ekonomi biru di Norwegia

Baca juga: Proyeksi nilai tambah ekonomi biru capai 30 Triliun dolar AS pada 2030

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023