Baghdad (ANTARA News) - Sebuah ledakan bom menghantam pipa saluran minyak, Minggu, yang mengakibatkan terhentinya pengaliran ekspor dari Irak ke Turki, kata polisi dan seorang pejabat Perusahaan Minyak Utara.
Menurut pejabat itu, satu tim teknis telah dikirim ke lokasi kejadian untuk memperbaiki pipa saluran tersebut.
Sekitar 30 serangan menghantam pipa minyak itu pada tahun ini, tambah pejabat itu.
Pipa saluran sepanjang 970 kilometer itu mengalirkan minyak ekspor dari kota Kirkuk, Irak utara, ke pelabuhan Ceyhan di pantai Laut Tengah di Turki.
Sabotase yang berulang kali baik di Irak maupun Turki telah mengacaukan ekspor melalui pipa tersebut.
Juga Minggu, serangan bom bunuh diri menewaskan sembilan polisi Kurdi di Irak utara, dan lima orang lagi tewas dalam serangan-serangan lain, kata sejumlah pejabat.
Dengan korban-korban terakhir itu, kekerasan di Irak telah menewaskan lebih dari 730 orang pada Juli, dan jumlah kematian akibat serangan-serangan melampaui 3.000 orang sejak awal tahun ini, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.
Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.
Gelombang serangan di Irak meningkat sejak awal tahun ini, dan menurut laporan PBB, lebih dari 2.500 orang tewas dari April hingga Juni, jumlah tertinggi sejak 2008.
Jumlah kematian pada Maret mencapai 271, sementara sepanjang Februari, 220 orang tewas dalam kekerasan di Irak, menurut data AFP yang berdasarkan atas keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis.
Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.
Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki, demikian AFP.
(M014)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013