Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan film hitam putih hasil alih teknologi dari format seluloid ke digital (restorasi) berjudul "Dr. Samsi" produksi tahun 1952 yang merupakan film restorasi kali kelima dalam upaya penyelamatan arsip-arsip film nasional.
Sebelum "Dr. Samsi", Kemendikbudristek telah melakukan restorasi sebanyak empat judul film yaitu "Darah dan Doa (The Long March)" karya Usmar Ismail produksi tahun 1950 dan direstorasi tahun 2013, "Pagar Kawat Berduri" karya Asrul Sani produksi tahun 1961 dan direstorasi tahun 2017, "Bintang Ketjil" karya Wim Umboh dan Misbach Yusa Biran produksi tahun 1963 dan direstorasi tahun 2018, dan "Kereta Api Terakhir" karya Mochtar Soemodimedjo produksi tahun 1981 dan direstorasi pada tahun 2019.
"Bila ditanya soal target, tentu kami memilikinya sesuai tugas dan fungsi negara yang harus hadir sebagai penyelamatan film, kebudayaan, dan artefak bangsa. Kami punya program pemetaan film-film dari era '50-an dan '60-an. Sebelum memulai restorasi, terdapat kriteria-kriteria hasil pemetaan dan pendataan kami," ujar Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Perfilman Kemendikbudristek Panji Wibisono di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kemendikbudristek restorasi film perempuan sutradara pertama Indonesia
Panji menuturkan selama ini pihaknya menyadari bahwa terdapat banyak film dalam kondisi penting dan genting untuk diselamatkan, namun sayangnya tidak semua film dalam kondisi memungkinkan untuk mendapatkan proses restorasi.
"Kalau kondisinya tidak bisa diselamatkan, biasanya tim kami akan memberikan rekomendasi, misalnya materi tidak lengkap atau utuh. Bisa dikatakan bukan film itu tidak bisa direstorasi, mungkin bisa saja dipaksakan namun hasilnya tidak akan memuaskan," papar dia.
Kegiatan pengelolaan arsip dan penyelamatan film-film kolosal yang pernah berjaya sudah dilakukan sejak tahun 2019 melalui pendataan dan pemetaan judul sinema dengan materi pita seluloid dari seluruh Indonesia. Prosesnya kemudian berlanjut lewat kurasi dengan mengacu pada beberapa kriteria. Film-film masa lampau yang telah didata dan memenuhi kriteria itu yang kemudian diarsipkan dan diselamatkan melalui restorasi.
Lebih lanjut Panji mengungkapkan bahwa selama ini proses restorasi film yang dikerjakan oleh pemerintah hanya untuk satu tahun yang sama, sehingga prosesnya tidak bisa lewat dari satu tahun atau bersifat multi-years.
"Prosesnya menggunakan lelang terbuka. Secara administrasi idealnya mungkin 240 hari ke atas. Kalau film 'Dr.Samsi' ini secara administrasi total membutuhkan 180 hari kalender," tutur Panji.
Baca juga: Restorasi film klasik Indonesia buka wawasan baru untuk generasi muda
Terkait upaya untuk menampilkan film hasil restorasi kepada khalayak luas, Panji menjelaskan bahwa selama ini program tersebut bersifat non-komersial. Sehingga bila ada pihak-pihak yang ingin menggelar kegiatan menonton film bersama semisal untuk keperluan pendidikan atau penelitian, maka dapat melakukan komunikasi dengan Direktorat Perfilman Musik dan Media Kemendikbudristek.
"Ini adalah bentuk pertanggungjawaban kami kepada publik dari program penyelamatan film-film terdahulu. Sedangkan untuk akses bagi masyarakat umum, maka bagi yang berminat bisa bersurat kepada kami sesuai peruntukkan film non-komersial," ungkap Panji.
Dia juga menekankan bahwa penyelamatan dan pengelolaan arsip film bukan pekerjaan "saling dorong", melainkan kerja bergandengan sehingga butuh kolaborasi dari semua pemangku kepentingan khususnya komunitas film di seluruh Indonesia.
Masih terkait dengan upaya penyebarluasan hasil restorasi kepada khalayak, Koordinator Kelompok Kerja Perizinan dan Arsip Direktorat Film, Musik, dan Media Kemendikbudristek Nujul Kristanto memaparkan bahwa pihaknya telah memiliki rencana untuk menggelar sejumlah kegiatan yang melibatkan partisipasi langsung masyarakat.
"Rencana dari Direktorat kami akan mengadakan nonton bareng untuk beberapa film non-restorasi. Insya Allah kami juga akan melakukan penjajakan program nonton bareng khusus untuk film-film hasil restorasi," kata Nujul.
Baca juga: Film hasil restorasi "Bintang Ketjil" diputar di Medan
Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023