Roma (ANTARA News) - Sebuah konferensi internasional mengenai krisis Timur Tengah hari Rabu gagal menyetujui kerangka kerja bagi gencatan senjata di Libanon di mana pasukan Israel berperang dengan kelompok gerilya Hizbullah, kata Menteri Luar Negeri Italia Massimo D`Alema. D`Alema mengatakan, pertemuan sehari di Roma itu "mendesak gencatan senjata segera". Perserta pada pertemuan Roma itu mencakup para pejabat tinggi dari 15 negara, termasuk Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice dan Perdana Menteri Libanon Fouad Seniora serta Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan. Pemain-pemain utama dalam konflik tersebut tidak menghadiri pertemuan itu. Israel tidak diwakili pada perundingan itu dan baik Suriah maupun Iran, yang merupakan pendukung-pendukung utama Hizbullah, tidak diundang pada pertemuan tersebut. AS menekankan bahwa gencatan senjata yang bisa bertahan harus mencakup ketentuan-ketentuan jelas untuk melucuti senjata Hizbullah yang menembakkan rudal ke wilayah Israel. Seniora, yang menyalahkan Israel atas kebuntuan tersebut, mengatakan, "Semakin lama kita menunda gencatan senjata, semakin banyak kita menemukan orang-orang sipil yang tewas." Pertemuan itu sepakat bahwa pasukan internasional akan ditempatkan di Lebanon -- namun hanya bila keadaan aman untuk melakukan hal itu. Belum ada jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh para pemimpin tersebut. Di Brussel, seorang pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan, tidak ada rencana bagi penempatan semacam itu saat ini. Pejabat itu mengatakan, masih terlalu dini untuk berspekulasi apakah NATO akan terlibat dan "tidak ada yang telah diputuskan atau dikesampingkan". Penempatan pasukan internasional akan memerlukan persetujuan PBB, kata pejabat itu dikutip DPA.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006