Balila, yang terbuat dari kacang polong rebus, timun, bawang merah, serta saus dan bumbu dapat ditemukan di kios-kios di sepanjang Qabel Street, yang juga dikenal sebagai pasar emas.
Semula hanya penjual tua yang berjualan balila di kios-kios itu, namun sekarang orang-orang muda juga turut berdagang balila.
Para penjual yang mengenakan pakaian tradisional Arab Saudi lengkap dengan turban berwarna emas dikelilingi pembeli pada malam hari bulan Ramadhan.
Warga Saudi dari berbagai kota datang ke Al-Balad hanya untuk menikmati hidangan tradisional ini. Beberapa sudah punya langganan sendiri.
Ali Mohammed Aburasen, penduduk Saudi yang bekerja di sebuah bank di Jeddah, datang jauh-jauh ke Al Balad hanya untuk makan balila.
"Saya datang ke Balad untuk makanan tradisional ini, sudah 25 tahun belakangan," kata Aburasen, seperti yang diberitakan laman Arab News.
"Biaya parkirnya bahkan lebih mahal dari harga semangkuk balila," tambah dia.
Tidak hanya warga Saudi, warga asing juga ikut makan balila, termasuk di antaranya Abdul Mohsin Khan yang berkebangsaan India.
Saat berkunjung ke salah satu toko emas, ia menyempatkan diri mencoba balila.
"Saya mau coba karena banyak orang Arab yang makan," katanya.
Ahmed Al-Sharif, salah seorang penjual balila, mengatakan harga makanan itu tahun ini meningkat karena biaya sewa kios dan harga kacang polong yang diimpor dari India naik. Demikian pula harga bahan-bahan yang lain.
Tahun ini, balila dijual dengan harga 10 riyal, naik dua riyal dibanding tahun sebelumnya.
Para penjual punya masing-masing cara untuk mempromosikan balila mereka. Di antaranya ada yang berbicara dengan bahasa populer Jeddah dan menyanyikan lagu rakyat untuk menarik pengunjung.
Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013