Jakarta (ANTARA) -
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Komunikasi dan Informatika Hary Budiarto menyebut setiap pimpinan organisasi harus paham tentang teknologi kecerdasan artifisial agar bisa memecahkan masalah administrasi dan merencanakan anggaran dengan baik di suatu perusahaan.
 
"Jadi dibutuhkan pimpinan yang seperti itu agar permasalahan kita bisa terpecahkan, agar kelompok kerja bisa mengurus yang lainnya tidak ngurus administrasi saja, bisa membuat modul atau instruktur karena sudah diserahkan pada AI," kata Hary dalam acara Digital Leadership Academy (DLA) Summit 2023 Kominfo di Jakarta, Sabtu.
 
Hary mengatakan penerapan AI di sebuah organisasi harus didukung dengan pengadaan alat atau hardware untuk bisa membaca dan mengolah data. Hary juga berharap nantinya pihak luar bisa bekerja sama meminjamkan alat yang memadai untuk penerapan administrasi AI.
Masalah lainnya yang menjadi tantangan adalah SDM yang belum memiliki kompetensi data cleansing supaya data yang masuk tertata. Maka Hary mengatakan sebelum menerapkan AI dalam sistem administrasi, pekerjanya harus memahami cara kerja AI dengan melakukan pelatihan peningkatan kompetensi.
 
"Berikutnya yang paling penting di AI adalah etika AI, ini harus dipahami juga supaya kita tidak menyalahgunakan tentang teknologi itu," tambah Hary.
 
Etika AI, kata Hary, dibutuhkan agar pekerja yang menjalankan sistem ini tidak menyalahgunakan dan ada sanksi moral jika melanggar, meskipun Indonesia belum menerapkan undang-undang AI seperti di Amerika maupun Eropa.
 
Adapun enam etika AI menurut surat edaran Kominfo yang akan bisa diterapkan tahun 2024, diantaranya adalah inklusifitas di mana pembelajaran tentang AI tidak boleh mengutamakan golongan.
 
Selanjutnya, AI harus ada prinsip kemanusiaan yang menjaga hak asasi manusia. Dalam surat edaran ini AI tidak boleh digunakan untuk menyerang atau melakukan tindakan yang merugikan.
 
Kemudian pengguna teknologi AI harus bisa menjaga privasi data pribadi, demokrasi yang menjaga etika AI bersama, transparansi dan yang terakhir memiliki kredibilitas dan akuntabilitas.
 
"Terakhir kredibilitas dan akuntabilitas, jadi pemanfaatan kecerdasan artifisial ini harus mengutamakan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan dihasilkan informasi yang betul-betul bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan," ucap Hary.
 
Hary berharap etika AI dapat dipahami bersama ketika mengimplementasikan kecerdasan buatan ini untuk menggantikan kerja manusia mengurus administrasi.
 
Hary juga berharap nantinya DLA selanjutnya akan melahirkan sebuah rencana aksi yang bisa melibatkan kecerdasan buatan di dalamnya dan membangun SDM yang 'melek' perkembangan digital, sebagai mana visi Kominfo yaitu Indonesia Digital 2045.

Baca juga: Kemenkominfo akan keluarkan aturan khusus soal AI di Indonesia

Baca juga: AP II raih penghargaan di APICTA 2023 lewat platform AI AeroBuddy

Baca juga: KESDM: Teknologi AI bantu tingkatkan keselamatan industri tambang

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023