Tidak benar kalau ada stigma bayi prematur bodoh, tidak benar juga kalau ada yang bilang (anak prematur) yang pintar, jadi pintar banget. Yang paling penting itu otaknya harus tetap sempurna...

Jakarta (ANTARA) - Dokter Anak Konsultan Neonatologi yang juga anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Rinawati Rohsiswatmo menepis stigma bahwa anak yang terlahir prematur cenderung bodoh.

"Tidak benar kalau ada stigma bayi prematur bodoh, tidak benar juga kalau ada yang bilang (anak prematur) yang pintar, jadi pintar banget. Yang paling penting itu otaknya harus tetap sempurna, walaupun terlahir kecil harus kita sempurnakan," kata Rinawati pada temu media memperingati Hari Prematur Sedunia di Jakarta, Jumat.

Namun ia membenarkan bahwa bayi yang lahir prematur cenderung sakit-sakitan. Untuk itu perlu pencegahan sejak dini, dengan menjaga kesehatan ibu sejak sebelum kehamilan.

"Karena dia terlahir dalam kondisi yang sedang dalam penyempurnaan, bayi prematur faktor kekebalannya lebih rendah. Kita bisa menyiasati, bisa mengembangkan metode kangguru," ujarnya.


Rina menjelaskan metode kangguru adalah cara terbaik untuk memberikan kenyamanan pada bayi prematur, dengan memberikan sesuatu yang membuatnya merasa hangat melalui kontak kulit ke kulit antara anak dan orang tua.

Baca juga: Kemenkes: Tablet tambah darah cegah bayi lahir prematur dan stunting

"Bayangkan kalau misalnya bayi itu diletakkan di inkubator sendirian, walau pun terang, tapi kosong tidak ada siapa-siapa, dia akan ketakutan dan kebingungan. Jadi, secara keilmuan, kalau ada rasa positif dari ibu akan memicu endorfin," ucapnya.

Di usia kandungan 26-36 minggu, kata dia, terjadi percepatan pertumbuhan otak lima kali lipat. Untuk itu ia menekankan pentingnya pemberian nutrisi pada ibu pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau sejak usia 0-2 tahun.

"Perhatiannya bukan hanya saat dia lahir, tetapi jauh sebelum lahir," katanya.

Ia menjelaskan bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu.

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, bayi prematur dikategorikan menjadi bayi amat sangat prematur dengan usia gestasi atau hari pertama masa haid normal terakhir kurang dari 28 minggu, sangat prematur dengan usia gestasi 28-32 minggu, dan prematur moderat-terlambat dengan usia gestasi 32-36 minggu.

Baca juga: Cukupi kebutuhan dasar agar pertumbuhan bayi prematur optimal
Rina juga memaparkan lima isu terkait bayi prematur di Indonesia antara lain bayi prematur memerlukan pematangan paru sebelum lahir dan surfaktan atau senyawa yang penting agar paru-paru dapat mengembang sempurna.

Kemudian bayi prematur memerlukan nutrisi optimal agar dapat tumbuh dengan baik seperti bayi lainnya. Selain itu perawatan bayi prematur memerlukan biaya besar, dan bayi prematur memerlukan pemantauan berkala.

Untuk itu, menurutnya, demi menjaga bayi yang lahir prematur tetap memiliki perkembangan otak yang sempurna, dibutuhkan pemberian nutrisi secara agresif, utamanya pada bayi prematur yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu.

"Kemampuan bayi sangat prematur untuk menerima nutrisi melalui mulut seringkali terbatas, sehingga membutuhkan nutrisi lewat infus. Namun, ketersediaan komposisi cairan dengan nutrisi yang lengkap sesuai kebutuhan bayi prematur masih terbatas di fasilitas kesehatan di Indonesia," tuturnya.

Baca juga: Persiapkan kehamilan dengan baik agar bayi tidak lahir prematur

Selain itu ia menekankan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), meski saat ini permasalahan yang masih banyak ditemui yakni ibu yang melahirkan bayi prematur belum memiliki ASI yang cukup sehingga membutuhkan ASI donor.

"Seiring meningkatnya kebutuhan nutrisi, ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi prematur. Mereka memerlukan tambahan pada ASI berupa human milk fortifier agar nutrisinya terpenuhi dengan baik," paparnya.

Human milk fortifier adalah produk pangan olahan keperluan medis khusus yang diformulasi bagi bayi yang sangat prematur.

Baca juga: Kemenkes sarankan penerapan metode kanguru untuk tangani bayi prematur

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023