Jakarta (ANTARA) - Bidang Hukum Polda Metro Jaya menanggapi pendapat pihak Firli Bahuri yang menyebut alat bukti dalam penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu tidak memenuhi unsur kualitas.
Menurut Kepala Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya Kombes Polisi Putu Putera Sadana, pengujian materi perkara hanya dapat dilakukan di sidang pokok perkara, sementara sidang praperadilan hanya memeriksa aspek formil.
Dengan demikian, kata Putu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat, masalah bobot atau kualitas alat bukti tidak dapat dibahas di sidang praperadilan.
"Ingat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016, yang menguji apakah (alat bukti) itu berkorelasi satu sama lain, kemudian bobotnya dan sebagainya, itu adanya di sidang pokok perkara," katanya.
Pada sidang praperadilan hari ini, Polda Metro Jaya menghadirkan dua saksi fakta. Yaitu penyidik Subdirektorat (Subdit) V Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya AKP Arief Maulana dan penyidik Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri AKP Denny Siregar.
Baca juga: Polisi limpahkan berkas perkara Firli Bahuri ke Kejati DKI Jakarta
Baca juga: Penyidik ungkap ada temuan fakta pemerasan libatkan Firli Bahuri
Arief membeberkan alur penetapan tersangka Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Mulai dari penerimaan aduan masyarakat, penyelidikan, penyidikan, gelar perkara, hingga penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka.
Denny mengatakan bahwa penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka dilakukan berdasarkan empat alat bukti. Yakni keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan ahli.
Selain itu, dihadirkan pula tiga aksi ahli. Yakni Junaedi Saibih dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Fachrizal Afandi dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Warasman Marbun dari Universitas Krisnadwipayana.
Sebelumnya, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad yang merupakan saksi ahli dari Firli Bahuri menilai bahwa peluang batalnya status tersangka Firli dalam kasus tindak pidana korupsi berupa pemerasan sangat besar sebab alat bukti yang digunakan hanya memenuhi unsur kuantitatif.
Padahal, kata dia, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, alat bukti yang dapat digunakan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka bukan hanya memenuhi unsur kuantitatif melainkan juga kualitatif.
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023