Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja perempuan itu untuk mengurangi risiko anemia, karena berdasarkan data masih ada 48,9 persen ibu hamil dengan anemia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa pemberian tablet tambah darah pada remaja putri dan ibu hamil dapat mencegah bayi terlahir prematur dan stunting.
"Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja perempuan itu untuk mengurangi risiko anemia, karena berdasarkan data masih ada 48,9 persen ibu hamil dengan anemia. Ibu hamil juga perlu rutin mengkonsumsi TTD untuk mencegah anak terlahir prematur dan stunting," kata Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kemenkes Lovely Daisy di Jakarta, Jumat.
Lovely memaparkan berdasarkan data long form sensus penduduk tahun 2020, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 189 setiap 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 16,8 per 1.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan data rutin yang dilaporkan ke Kemenkes, lanjutnya, bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan prematur, askfisia (kadar oksigen dalam tubuh berkurang), serta infeksi, merupakan penyebab utama kematian bayi.
Baca juga: Kemenkes: Konsumsi tablet tambah darah cegah stunting sejak remaja
Ia menegaskan deteksi dan tata laksana dini faktor risiko selama kehamilan merupakan salah satu faktor kunci pencegahan prematur dan BBLR.
"Mempertahankan berat badan ideal, konsumsi asupan gizi yang baik, dan suplementasi gizi termasuk tablet tambah darah sebelum dan selama hamil, juga sangat penting untuk dapat menjaga kesehatan ibu dan bayi," ucapnya.
Lovely menyebutkan ada berbagai intervensi yang telah dilakukan oleh Kemenkes. Saat anak sebelum lahir misalnya, Kemenkes telah menggalakkan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care minimal enam kali selama hamil.
Baca juga: Menkes: Tablet tambah darah intervensi penting di siklus stunting
Sementara itu Dokter Anak Konsultan Neonatologi yang juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Rinawati Rohsiswatmo menyatakan bahwa sebesar 32 persen stunting disebabkan oleh kelahiran bayi prematur.
"Bayi prematur itu cenderung sakit-sakitan dan kurang gizi, dan menyebabkan sekitar 1/3 dari kejadian stunting, juga 1/3 angka kematian bayi," katanya.
Ia menyebutkan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan bayi prematur sangat tinggi, mengingat prosedur yang dilakukan perlu menggunakan alat bantu napas seperti ventilator, dan lain sebagainya.
"Biaya perawatan bayi sangat prematur di rumah sakit bisa mencapai 5-7 juta per hari di rumah sakit pemerintah. Untuk itu perlu pencegahan sejak dini, karena bayi prematur idealnya juga membutuhkan pemantauan hingga usia 18 tahun. Jadi lebih baik memang dicegah sejak remaja, misal dengan tablet tambah darah," ucapnya.
Baca juga: UNICEF: Hari Minum TTD di sekolah cegah anemia remaja putri
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023