Kenapa kita harus memperluas kawasan konservasi laut? Karena di situlah kita bisa mendapatkan oksigen untuk kehidupan
Yogyakarta (ANTARA) - Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (RPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaf Manoppo menyebut Masyarakat Hukum Adat (MHA) menjadi ujung tombak menjaga wilayah konservasi laut di Indonesia.
"MHA punya kearifan lokal untuk untuk menjaga kawasan konservasi laut yang berada di pesisir, karena sadar di situlah sumber kehidupan mereka," katanya dalam Forum Adat Nasional 2023 di Yogyakarta, Jumat.
Menurutnya, saat ini kawasan konservasi laut di Indonesia baru mencapai 28,9 juta hektare atau hanya 8,9 persen dari luas laut teritorial dan akan terus diperluas dengan target 30 persen pada tahun 2045.
"Kenapa kita harus memperluas kawasan konservasi laut? Karena di situlah kita bisa mendapatkan oksigen untuk kehidupan," katanya pada acara bertema "Sinergi dan Optimalisasi Peran Masyarakat Hukum Adat dan Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil".
Ia mengatakan KKP berupaya membantu dan mendampingi MHA agar mendapat legalitas dari pemerintah kabupaten (pemkab) setempat dan mendorong kementerian dan lembaga untuk bersama-sama memberdayakan MHA.

Baca juga: KKP tetapkan perlindungan bagi 22 Masyarakat Hukum Adat
"Jangan sampai MHA yang berjuang menjaga konservasi laut tapi dari sisi ekonominya tertinggal, sehingga perlu penguatan kapasitas masyarakat agar bisa berdaya," katanya.
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan pendataan potensi MHA agar masyarakat setempat bisa mendapat pelatihan dan mampu memproduksi komoditas unggulan serta dibantu pemasarannya.

Manager Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna mengatakan MHA mempunyai dewan adat yang membuat aturan konservasi laut yang nanti akan dijalankan oleh pengelola kawasan konservasi.


"Kami memfasilitasi pembentukan Dewan Adat Werur di Distrik Bikar, Kabupaten Tambrau, Papua Barat Daya, lalu mereka menetapkan sasi (larangan) untuk penangkapan ikan dan dilaksanakan oleh pengelola kawasan konservasi," katanya.

Baca juga: 301 tukik dilepas masyarakat adat Manokwari-Papua Barat ke laut

Ia mengungkap sejak dibentuk dewan adat yang mengeluarkan larangan bagi wilayah perairan, ternyata masyarakat mendapat manfaat dari hasil tangkapan ikan yang semakin banyak.


"Dua puluh tahun lalu jenis-jenis ikan sudah tidak terlihat di situ, tetapi sekarang mulai muncul di perairan. Bahkan penyu belimbing sekarang sudah ada beberapa yang naik untuk bertelur," katanya.
Hukum adat, menurut, Lukas, sangat ditakuti masyarakat setempat sehingga sangat efektif untuk mendukung wilayah konservasi.
"Ada yang melanggar sasi akhirnya sakit dan meninggal, sehingga hukum adat itu lebih ditakuti dibanding hukum positif di sana," katanya.
Hadir pada acara yang digelar bersama YKAN itu, perwakilan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bappenas, serta Ketua Dewan Adat MHA Werur Distrik Bikar, Kabupaten Tambrau, Papua Barat Daya, Junus Rumansara, dan Raja MHA Rutong, Kota Ambon, Reza Maspaitella.

Baca juga: Kelompok perempuan Raja Ampat panen biota laut hasil konservasi adat

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023