Kairo (ANTARA News) - Dua prajurit Mesir tewas Rabu di Sinai Utara, beberapa jam setelah pemimpin militer menyerukan pawai untuk mendukung upaya pihak berwenang menumpas kekerasan setelah penggulingan presiden.
Sedikitnya lima posisi polisi dan militer diserang di daerah itu, yang dilanda rangkaian kekerasan sejak militer mendongkel Presiden Mohamed Mursi pada 3 Juli, kata sumber-sumber keamanan.
Gerilyawan biasanya melancarkan serangan pada malam hari, namun kedua prajurit itu tewas dalam serangan-serangan terpisah pada siang hari di kota pelabuhan El Arish.
Beberapa jam sebelumnya, Jendral Abdel Fattah al-Sisi menyerukan pawai massal pada Jumat untuk memberinya mandat dalam menghadapi kekerasan yang telah berlangsung tiga pekan sejak ia memimpin pendongkelan Mursi, presiden pertama yang terpilih secara demokratis di Mesir.
Militan di Sinai Utara, sebuah daerah gurun di dekat perbatasan Mesir dengan Israel dan Jalur Gaza, menyerang pos-pos pemeriksaan keamanan dan sasaran lain hampir setiap hari sejak 3 Juli, menewaskan sedikitnya 15 orang dan mencederai puluhan lain.
Sumber-sumber militer memperkirakan, terdapat sekitar 1.000 militan bersenjata di Sinai, banyak dari mereka orang suku Badui, yang terpecah ke dalam sejumlah kelompok dengan ideologi berbeda atau loyalitas suku, dan sulit untuk melacak mereka di daerah gurun itu.
Ikhwanul Muslimin kubu Mursi mengatakan, peningkatan kekerasan itu mungkin juga direkayasa sendiri oleh militer.
"Kami tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa kekerasan di Sinai tercinta merupakan peristiwa rekayasa," kata juru bicara Ikhwanul Muslimin Ahmed Aref beberapa waktu lalu.
"Insiden-insiden kekerasan terhadap warga sipil, polisi dan militer di Sinai merupakan pekerjaan badan intelijen yang bertujuan membelokkan... protes damai revolusioner orang-orang kami di Sinai untuk menentang kudeta militer," tuduh pemimpin senior Ikhwanul Muslimin Essam El-Erian.
Tidak jelas apakah serangan terakhir itu terkait dengan penggulingan Mursi, yang terpilih secara demokratis setahun lalu. Gerakan Ikhwanul Muslimin kubunya sejak itu mengadakan protes sendiri, dimana puluhan orang tewas.
Kekacauan meluas di Sinai sejak penggulingan Presiden Hosni Mubarak dalam pemberontakan rakyat 2011 dan militan meningkatkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan di perbatasan dengan Israel.
Militan-militan garis keras yang diyakini terkait dengan Al Qaida memiliki pangkalan di kawasan gurun Sinai yang berpenduduk jarang, kadang bekerja sama dengan penyelundup lokal Badui dan pejuang Palestina dari Gaza, demikian Reuters.
(M014)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013