Yerusalem (ANTARA) - Mayoritas warga Israel pada Rabu (13/12) mengatakan bahwa tentara negara Zionis itu tidak boleh mundur dari serangan yang tak henti-hentinya untuk menghancurkan Hamas.
Keinginan sebagian besar warga Israel itu diserukan dalam sebuah jajak pendapat meskipun ada seruan gencatan senjata dari Majelis Umum PBB, meningkatnya jumlah korban tentara dan meningkatnya jumlah korban tewas warga Palestina di Gaza.
Militer Israel mengalami salah satu hari paling mematikan dalam perang Gaza yang telah berlangsung selama dua bulan pada Selasa (12/12), dengan seorang kolonel di antara 10 tentara yang tewas, menjadikan jumlah korban jiwa menjadi 115 orang.
Jumlah tentara Israel itu hampir dua kali lipat jumlah korban tewas dalam bentrokan di daerah kantong Palestina tersebut sembilan tahun lalu.
Pada saat sebagian besar daerah kantong tersebut terbengkalai, kondisi yang mengerikan dan lebih dari 18.500 warga Palestina tewas dalam serangan udara dan darat tentara Israel, Presiden AS Joe Biden mengatakan pemboman "tanpa pandang bulu" terhadap warga sipil Gaza telah merugikan dukungan internasional Israel.
Jajak pendapat yang dilakukan di Israel dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan dukungan yang sangat besar terhadap perang tersebut meskipun jumlah korban jiwa meningkat.
Enam warga Israel yang berbicara kepada Reuters pada Rabu mengatakan sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mundur, terlepas dari memudarnya simpati global yang tercermin dalam resolusi PBB pada Selasa.
Pembunuhan Hamas terhadap sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, pada 7 Oktober menghidupkan kembali perasaan Israel sebelumnya ketika negara-negara Arab melancarkan serangan mendadak pada tahun 1973, dengan adanya rasa ketakutan bahwa negara-negara tetangga dan musuh-musuh negara Zionis itu dapat melenyapkan bangsa Yahudi secara bersamaan, kata ilmuwan politik Tamar Hermann.
"Masyarakat berpendapat bahwa hal ini merupakan ancaman terhadap keberadaan Israel," kata Hermann, dari Israel Democracy Institute, yang mengadakan jajak pendapat rutin mengenai perang tersebut. Dia mengatakan bahwa masyarakat siap saja menghadapi lebih banyak kematian tentara.
Seorang pensiunan Ben Zion Levinger mengatakan musuh-musuh Israel akan memandang lambatnya upaya memerangi Hamas sebagai tanda kelemahan.
Meskipun kerugian yang ditimbulkan sangat besar, tujuan operasi militer tersebut adalah penghancuran total infrastruktur Hamas di Gaza, kata ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Knesset Yuli Edelstein dalam sebuah wawancara.
Setelah jeda permusuhan selama sepekan pada November, lebih dari 75 persen warga Israel mengatakan serangan harus dilanjutkan tanpa adanya upaya mengurangi korban sipil Palestina atau tekanan internasional, menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Institut Demokrasi Israel.
Dengan media Israel yang mengecilkan pemberitaan terkait korban sipil di Gaza dibandingkan pemberitaan media internasional, Hermann mengatakan walaupun pandangan mengenai korban warga Palestina berbeda-beda tergantung pada kecenderungan politik Israel, beberapa orang merasa kematian warga Palestina tersebut adalah harga yang dapat diterima untuk dibayar demi keamanan di masa depan.
“Ada rasa balas dendam pertama, terutama di kalangan sayap kanan, dan di kalangan sayap kiri dan tengah mereka melihatnya seperti yang saya katakan sebagai hal sekunder setelah pencapaian perang… hal ini hanya dianggap sebagai dampak kerusakan tambahan,” katanya.
Hanya 10 persen warga Israel yang menganggap tentara berlebihan dalam menggunakan persenjataan, menurut jajak pendapat Universitas Tel Aviv yang dilakukan pada akhir Oktober terhadap 609 responden, dengan margin kesalahan 4,2 persen.
Sumber: Reuters
Baca juga: Iran: Israel dan AS tidak akan bisa basmi Hamas
Baca juga: AS veto resolusi DK PBB, pasukan Israel usir penduduk di Gaza selatan
Baca juga: Korban terus berjatuhan di Gaza, AS tetap pasok senjata ke Israel
Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023