Jakarta (ANTARA News) - Badan Kesehatan Dunia mengingatkan bahwa bahaya wabah penyakit lepra masih mengancam banyak negara endemik penyakit tersebut.
Peringatan itu disampaikan WHO dalam pembukaan International Leprosy Summit di Bangkok, Thailand, Rabu.
"Tantangan kita adalah untuk mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan untuk lepra untuk memastikan seluruh masyarakat yang terjangkit lepra, di mana pun mereka berada, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan diagnosa sedari awal dan dirawat oleh tenaga kesehatan yang kompeten," kata Regional Director WHO South-East Asia Dr Samlee Plianbangchang dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menteri kesehatan dari delapan negara Asia Tenggara berkumpul dalam pertemuan tiga hari tersebut (24-26 Juli) yang dilaksanakan oleh WHO dan Nippon Foundation untuk mendiskusikan situasi penyakit lepra terbaru dan strategi-strategi yang dibutuhkan untuk mengurangi beban akibat lepra dan mewujudkan dunia bebas lepra.
"Meski kita telah berhasil mengurangi beban akibat penyakit tersebut di seluruh negara endemis, tidak ada ruang untuk berpuas diri. Peperangan akhir melawan lepra belum dimenangkan," kata Plianbangchang.
Pengembangan terapi "multidrug" pada tahun 1980-an efektif menyembuhkan 16 juta orang dalam 20 tahun terakhir namun di banyak negara dimana penyakit itu endemis, tingkat penemuan kasus baru cenderung tetap atau malah menunjukkan peningkatan.
Secara global, kasus baru lepra terdeteksi setiap dua menit dan tujuh dari sepuluh kasus terjadi pada anak-anak.
Sementara informasi yang salah mengenai lepra masih terus ada di masyarakat dan penyakit tersebut terus terselubung dalam stigma dimana masyarakat masih mengasingkan penderita bahkan setelah mereka disembuhkan.
Serupa dengan seruan Plianbangchang, Ketua Nippon Foundation dan Duta Khusus WHO untuk Pemberantasan Lepra Yohei Sasakawa juga menyatakan bahwa tantangan yang tersisa menjadi semakin sulit dan kompleks.
"Populasi target juga tinggal di area yang sulit dijangkau seperti kawasan kumuh perkotaan, daerah perbatasan dan kawasan etnis minoritas. Terlebih lagi, sumberdaya yang tersedia di setiap negara semakin berkurang," kata Sasakawa.
Sasakawa menyerukan seluruh pihak terlibat untuk membuat komitmen politik dan menyumbangkan sumberdaya dan keahlian untuk perjuangan melawan lepra, seperti yang dicontohkan Nippon Foundation dengan menyumbangkan 20 juta dolar AS untuk lima tahun kedepan.
Sejak tahun 1995, WHO menyediakan multidrug therapy (MDT) secara gratis bagi pasien diseluruh dunia yang awalnya didanai oleh Nippon Foundation tapi sejak tahun 2000 didanai oleh Novartis Foundation for Sustainable Development.
Hampir 16 juta orang yang telah disembuhkan dari lepra oleh MDT dan lebih dari 10 juta telah berhasil dicegah dari menderita cacat tubuh akibat lepra.
Jumlah negara dengan endemi tinggi telah menurun dari 122 negara pada tahun 1985 menjadi kurang dari 20 negara namun dibalik perkembangan pesat tersebut, penyakit lepra masih menjadi masalah kesehatan utama di kantong-kantong endemi tersebut.
Pada tahun 2012 ada 232.850 kasus lepra baru yang dilaporkan dengan 94 persen kasus tersebut ditemukan di 15 negara endemis yang banyak diantaranya berada di Asia Tenggara dan Afrika, meningkat sebanyak 6.224 kasus baru dari tahun 2011.
Namun peningkatan terjadi pada jumlah orang yang mencari pengobatan begitu mereka telah menderita kecacatan akibat lepra dari 13.079 orang pada 2011 menjadi 14.409 orang di 2012 yang menandakan bahwa masih sangat dibutuhkannya deteksi dini kasus untuk menghindari terjadinya kecacatan pada kasus-kasus lepra baru.
Dalam rangka mengatasi hal tersebut dan memastikan layanan bagi penderita lepra tetap berlangsung untuk mengurangi beban kesehatan global, banyak hal yang masih harus dilakukan.
WHO menyarankan perawatan segera dengan MDT dan mengalokasikan lebih banyak sumberdaya untuk memfasilitasi deteksi dini penyakit yang dapat dicapai dengan melatih tenaga kesehatan yang ada untuk mengenali dan merawat lepra sehingga bisa mendeteksi penyakit tersebut lebih awal.
Pewarta: Arie Novarina
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013