Ketika ada satu teknologi yang aman bagi manusia dan lingkungan ditemukan dan dalam beberapa publikasi ternyata dampaknya bagus. Kenapa kita tolak dengan tanpa membaca artikel ilmiah
Denpasar (ANTARA) - Akademisi yang juga ahli parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali Dr dr I Made Sudarmaja MKes mengatakan metode atau teknologi Wolbachia untuk menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) itu aman bagi manusia dan lingkungan.
"Sebagai orang yang pernah belajar tentang nyamuk, kok saya merasa prihatin dengan adanya penolakan tersebut (nyamuk ber-Wolbachia) di Bali?" kata Sudarmaja di Denpasar, Kamis.
Ia menyampaikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sudah menjangkiti Indonesia sejak 1968 itu setiap tahun kasusnya cenderung meningkat dan meluas.
"Dulunya dari satu kota saja, sekarang sudah hampir meluas ke seluruh Indonesia," ujarnya.
Menurut Sudarmaja, sejak ditemukan kasus DBD pertama kali sampai sekarang sudah berbagai usaha dilakukan pemerintah dan sangat banyak biaya yang dikeluarkan, tetapi angka kesakitan cenderung bertambah dan juga tetap ada kasus meninggal dunia.
Demikian pula obat anti-virus yang membunuh virusnya juga belum ada. Vaksin juga masih dalam taraf penelitian.
"Ketika ada satu teknologi yang aman bagi manusia dan lingkungan ditemukan dan dalam beberapa publikasi ternyata dampaknya bagus. Kenapa kita tolak dengan tanpa membaca artikel ilmiah dan tanpa alasan yang bisa diterima secara ilmiah?" ucapnya.
Baca juga: Ada pro kontra warga, Pemprov Bali tunda gunakan Wolbachia tekan DBD
Baca juga: Dinkes Bali: Selama Januari 2023 kasus demam berdarah meningkat
Sudarmaja menyampaikan Wolbachia adalah bakteri yang alami ada di serangga dan sudah ada sejak zaman dahulu. Dia obligat sebagai parasit yang artinya bakteri ini tidak bisa hidup bebas di alam.
"Aedes aegypti juga sudah ada sejak lama dan kita tidak bisa menghilangkannya dari muka bumi. Nyamuk aedes aegypti yang diinfeksi bakteri Wolbachia itu tidak ada rekayasa genetika. Seperti manusia yang terinfeksi kuman baru apakah genetiknya berubah," ujarnya mempertanyakan.
Sudarmaja sebelumnya juga pernah melakukan penelitian "Fauna Nyamuk Aedes dan Kemungkinan Perannya dalam Penularan Demam Berdarah dengue di Banjar Graha Kerti dan Banjar Kerta Petasikan, Kota Denpasar".
Sementara itu Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan penyakit DBD masih belum terkendali di Bali.
Untuk itu, kata dia, strategi pengendalian baru DBD perlu ditambah. "Penemuan bakteri alam Wolbachia ini menjadi harapan baru bagi Bali. Tentu, sebelum pelepasan nyamuk ber-Wolbachia itu di Bali, diperlukan kajian risiko dan juga pemenuhan berbagai perizinan dan regulasi yang diperlukan," ucap Prof Mahardika .
Ahli virologi dan biologi molekuler ini mengatakan agar tidak meresahkan masyarakat, informasi tentang teknologi Wolbachia harus dijelaskan dan masif disosialisasikan ke masyarakat.
"Wolbachia bakteri alami yang sudah ditemukan di Indonesia. Mungkin juga ada pada nyamuk di Bali. Bakteri ini hidup pada berbagai spesies nyamuk dan serangga yang bersifat obligate endosymbionts, hanya hidup dalam tubuh nyamuk, dan hanya bisa berpindah dari induk nyamuk ke keturunannya melalui telur," katanya.
Ia menambahkan metode Wolbachia yang sudah diuji coba di 14 negara, memang ada variasi keberhasilan dalam implementasinya.
"Ada yang berhasil bagus, ada pula yang kurang berhasil, ini tergantung dari banyak faktor, ada kepadatan serangga, suhu, dan lingkungannya," katanya.
Merujuk pada kajian risiko sudah ada dokumen resmi yang dibuat oleh Kemendikbud dan Kemenkes yang melibat puluhan pakar, Prof Mahardika berpendapat metode atau inovasi ini telah terbukti murah dan efektif dalam menanggulangi DBD.
Baca juga: Wali Kota Denpasar: Penyebaran nyamuk Wolbachia tunggu Kemenkes
Baca juga: Pemprov Bali terapkan metode Wolbachia tekan kasus demam berdarah
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023