Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pembahasan masalah "Economic Partnership Agreement" (EPA) guna meningkatkan perdagangan antara pemerintah Indonesia dengan Jepang saat ini sedang dilakukan dan diharapkan pada akhir tahun segera bisa ditandatangani. "Soal EPA dengan Jepang, sekarang ini sedang dalam pembahasan dan diharapkan segera selesai," kata Wapres Jusuf Kalla seusai membuka Raker Departemen Perdagangan di Jakarta, Rabu. Menurut Wapres, masih terdapat beberapa hal yang tercantum dalam EPA yang harus dibahas lebih lanjut. Misalnya, bidang pertanian, industri yang berhubungan dengan bahan baku dan sebagainya. Sebelumnya, dalam pidatonya Wapres mengatakan di saat Indonesia sedang dalam pembahasan dengan Jepang soal EPA, justru Malaysia telah menandatangani kesepakatan "Free Trade Agreement" (FTA) dengan Jepang maupun dengan Amerika Serikat. Namun, tambah Wapres, Malaysia sudah bisa melakukan hal itu karena mungkin permasalahan dalam negerinya lebih "simple". Hal yang sama juga dengan Singapura yang juga telah menandatangani FTA dengan beberapa negara lainnya. "Maka kita akan dikelilingi suatu daerah yang lebih bebas perdagangannya. Kita harus memikirkan bentuk penyelesaian segera. Tapi jangan lupa, kita harus secara riil melindungi atau menjamin, katakanlah pertanian, usaha kecil dan menengah (UKM) dan produk-produk yang sangat kita perlukan di dalam negeri tetap kita lindungi," kata Wapres. Namun ketika ditanyakan apakah dengan demikian Indonesia akan melakukan perubahan negosiasi dengan Jepang dari EPA menuju ke arah FTA, Wapres menegaskan tidak akan berubah. "Dengan Jepang kita tetap EPA," kata Wapres. Sementara itu, Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu menjelaskan sebenarnya antara EPA dan FTA tidak terlalu berbeda. EPA, menurut dia, justru lebih luas dibandingkan FTA. "Karena untuk Jepang menggunakan istilah itu (EPA), karena mereka memasukkan kerjasama teknis dan ekonomi di dalamnya," kata Marie. Mengenai beberapa hampatan yang masih terjadi dalam proses negosiasi EPA dengan Jepang, Marie mengungkapkan soal teknis terhadap beberapa produk yang masih bisa dilindungi. Misalnya, produk yang bisa dilindungi berapa persen dan yang masuk itu berapa persen. Jepang, tambah Marie, juga memiliki kendala yang sama, karena punya hal-hal tertentu yang sensitif di bidang pertanian yang harus mereka lindungi. "Hal lain, di bidang investasi karena kita harus menunggu RUU Penanaman Modal selesai," kata Marie. (*)
Copyright © ANTARA 2006