Jakarta (ANTARA News) - Penantian hampir 17 tahun agar Steve Vai kembali bermain di Jakarta usai sudah.
Riuh sorak penonton mewarnai Tennis Indoor Senayan ketika lampu arena dipadamkan, pertanda sang bintang akan muncul.
Pekikan gitar elektrik Vai langsung menghentak panggung yang didesain sederhana itu, hanya berhias sampul album terbaru Vai, "Story of Light". Sayatan gitar berirama progresif dalam "Racing The World" pun menggema diantara ribuan penonton yang hadir untuk melihat aksi anak didik Joe Satriani itu.
"Selamat malam. Proud to be with you again tonight. Apa kabar. The last time being here was 1996. Sorry it took you so long," kata Vai membuka percakapan konser yang dimulai pukul 21.00 itu.
Steve Vai tampil layaknya rocker seusianya, mengenakan atasan hitam sebatas lutut dipadu dengan celana bermotif dengan potongan lebar. Tak lupa, ia mengenakan topi dan kacamata hitam saat pertama kali muncul di panggung.
Petikan-petikan gitar elektrik Vai pun beradu dengan ketukan drum dari Jeremy Colson, betotan bas Philip Bynoe, dan alunan gitar Dave Weiner, band yang mengiringinya dalam "The Story of Light Tour".
Di usianya yang ke-53, Vai tetap lincah ketika berada di atas panggung. Tak henti-hentinya ia berjalan dari sisi panggung ke sisi lainnya sambil tetap beraksi dengan gitarnya.
Tanpa lirik lagu, mayoritas lagu Vai malam itu instrumentalia, gitaris bernama lengkap Steven Siro Vai ini berbicara lewat gitarnya. Penonton di bagian belakang kelas festival pun dengan tenang menyimak "Velorum", "Building the Church", "Tender Surrender", dan "Weeping China Doll", meski kebanyakan lagu tersebut bertempo cepat.
Penonton yang terkagum-kagum dengan penampilan kedua Vai di Jakarta itu pun bersorak setiap Vai usai menunjukkan kepiawaiannya memetik gitar. Aksi khas gitaris rock pun tak lupa dilakukan, bergaya ketika memainkan gitarnya, mulai dari memutar-mutar gitar di sekeliling tubuh, memetiknya dari belakang punggung, hingga aksi menjilat gitar.
Aksi panggung tak kalah menarik adalah ketika Vai tampil dengan kostum ala robot saat membawakan "The Ultra Zone". vai tampil dengan jubah dan topeng yang menyala berwarna-warni di panggung yang gelap.
Malam itu, tak hanya tampil sendiri, Vai pun memberikan kesempatan kepada beberapa anggota band-nya untuk tampil solo memainkan instrumen mereka.
Dave Weiner tampil dengan gitar akustiknya membawakan sebuah komposisi yang lebiih pop. Jeremy Colson pun unjuk kebolehannya menabuh drum. Sambutan penonton kepada mereka juga tak kalah meriah.
Mencipta Lagu
Vai bukan hanya seorang musisi, ia juga tahu bagaimana caranya menghibur penonton. Usai membawakan "Frank" ia meminta dua penonton naik ke panggung, bukan untuk bernyanyi bersama melainkan mencipta sebuah komposisi.
"Pertama ketika mencipta lagu, kau butuh groove dan charm," katanya kepada Rizky, salah satu penonton beruntung yang diajak ke panggung.
Rizky pun bersenandung, yang menjadi ketukan drum Colson. Alif, penonton lainnya, juga diminta untuk bersenandung yang akan menjadi nada untuk permainan bass Bynoe. Steve Vai kembali meminta mereka berdua melakukan hal yang sama untuk permainan gitar dan keyboard.
"Sekarang bagian saya. Harus brilian dan jauh dari dalam jiwamu, keluarkan. Steve akan mainkan."
Jamming bareng Steve Vai pun berakhir setelah salah satu dari penonton itu bersenandung dan Vai mengiringinya dengan gitarnya.
Steve Vai tak hanya mengajak penonton ke panggung, malam itu ia juga bermain gitar akustik ketika membawakan "Rescue Me or Bury Me" dan "Sisters".
Tak kurang dari 20 komposisi dibawakan Steve Vai di konsernya malam itu. Usai membawakan lagu terakhir, "For The Love of God", ia pun kembali ke panggung untuk memberikan "Taurus Bulba". (*)
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013