Washington (ANTARA News) - Sekitar 14.000 orang Amerika telah diungsikan dari Libanon yang dilanda kekerasan, demikian diumumkan Kementerian Luar Negeri AS, Selasa, sementara Kedutaan Besar AS di Beirut memberi tahu warga Amerika yang berharap meninggalkan negara itu bahwa kapal yang direncanakan melakukan pengungsian terakhir akan pergi Rabu. "Kedutaan Besar AS memberi tahu warga Amerika di Libanon bahwa kapal yang direncanakan melakukan pengungsian terakhir dari Lebanon akan pergi Rabu, 26 Juli. Kedutaan yakin bahwa sebagian besar warga Amerika yang ingn meninggalkan Lebanon dengan bantuan pemerintah AS kini melakukannya," kata perwakilan AS itu dalam sebuah pernyataan. "Semua orang Amerika yang ngin meninggalkan Libanon yang bisa melakukan hal itu diminta segera melakukannhya," kata kedutaan tersebut dikutip AFP. "Jangan menunggu seruan dari Kedutaan Besar AS. Penundaan lebih lanjut tidak disarankan," kata pernyataan itu memperingatkan. "Pengungsian pertolongan mendatang akan dilakukan atas dasar kasus per kasus darurat, dan kepergian semacam itu mungkin tidak dalam waktu dekat." Hingga Selasa pukul 14.00 GMT (pukul 21.00 WIB), AS telah mengungsikan 14.000 orang Amerika dari Libanon, kata kementerian luar negeri itu dalam sebuah pernyataan terpisah. Sementara itu, India telah mengungsikan 1.496 orang dari Libanon yang terdiri dari warganegara India dan orang-orang dari Nepal dan Sri Lanka di tengah berlanjutnya serangan udara Israel terhadap Hizbullah, kata sejumlah pejabat, Selasa. "Besok kami memperkirakan mengungsikan sekitar 300 orang India dan mungkin beberapa orang lain," kata jurubicara Kementerian Luar Negeri India Navtej Sarna kepada wartawan. "Pengungsian lebih lanjut akan dilakukan jika diperlukan sesuai dengan keadaan di lapangan. Pengungsian ini sangat sulit," katanya. Israel memulai lagi pemboman terhadap Beirut selatan, Selasa, mengakhiri keadaan tenang 24 jam yang bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice ke kawasan itu. Rice berada di kawasan itu untuk berusaha meredakan konflik yang terus berlangsung antara Israel dan kelompok pejuang Syiah Hizbullah yang bermarkas di Libanon.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006