Jakarta (ANTARA News) - "Wahai manusia makanlah yang ada di muka bumi ini yang halal dan baik. Janganlah ikuti langkah-langkah setan, sungguh dia musuhmu yang nyata" QS Al-Baqarah: 168

Sepeninggal Rasulullah saw, para sahabat memilih dan mengangkat Abu Bakar Shiddiq sebagai Khalifah. Meskipun dari segi fisik beliau tidak terlalu besar, namun Abu Bakar mempunyai banyak kelebihan, bahkan diberi gelaran As-Shiddiq (jujur dan yakin).

Suatu siang, karena sibuk bekerja sebagai Khalifah, Abu Bakar telat makan siang. Lantas beliau memanggil pembantunya.

"Belikan makanan", ujar Khalifah.

Maka sang pembantu bergegas mencari makanan, lalu kembali dan memberikannya kepada Abu Bakar. Karena memang perut beliau terasa sangat lapar, makanan itu langsung disantap oleh Khalifah. Sekejap, separuh makanan itu sudah habis dimakan.

Akan tetapi, sang pembantu tetap berdiri, memperhatikan Abu Bakar makan. Lantaran heran, Abu Bakar pun bertanya.

"Engkau sudah makan?"

"Sudah tuan," jawab pembantunya.

"Lalu mengapa engkau terus berdiri di situ?" tanya Khalifah.

"Aku heran, biasanya tuan tanya dulu asal makanan itu dari mana. Tapi kini tuan langsung menyantapnya," ujar pembantunya.

"Lah, memangnya engkau dapat makanan ini dari mana?," selidik Abu Bakar.

Lalu sang pembantupun bercerita, di waktu hendak membeli makanan tadi, tiba-tiba ada sebuah keluarga memanggilnya. Rupanya ada anggota keluarga tersebut yang sedang sakit keras. Mereka minta pembantu Abu Bakar ini untuk menjampi (membaca mantra). Karena dulu ia memang mantan tukang jampi (dukun). Namun setelah masuk Islam, dia tidak mau lagi menjampi, karena perbuatan itu diharamkan. Namun karena setengah dipaksa, akhirnya dia jampi sekedarnya. Lalu diberilah upah makanan ini.

"Jadi ini makanan dari hasil engkau menjampi?," tanya Abu Bakar gusar.

"Betul Amirul mu’minin," jawab sang pembantu.

Khalifah Abu Bakar langsung berhenti makan, lalu di masukkannya jari ke tenggorokannya. Sehingga beliau muntah-muntah dan makanan itu keluar kembali dari perutnya. Sampai-sampai beliau mengalami sesak napas. Kebetulan dilihat oleh Abdullah bin Masúd.

"Ya Abu Bakar, tidak usah serepot itu, engkaukan tidak tahu sebelumnya bahwa makanan itu adalah haram, Insya Allah dimaafkan oleh Allah," ujar Ibnu Masúd.

"Tidak, meskipun makanan ini keluar dari perutku, bersamaan dengan lepasnya nyawaku dari tenggorokanku, aku rela. Karena aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Tiap makanan yang tumbuh dari barang yang haram, maka nerakalah tempatnya," tegas Abu Bakar.

Wara’, hati-hati adalah sikap seorang insan yang bertaqwa. Bahwa yang halal itu jelas, dan yang harampun sudah jelas. Diantara keduanya ada mutasyabihah, meragukan. Siapa yang mengambil mutasyabihah itu dia telah menjatuhkan dirinya ke jurang celaka. Siapa yang menghindarkannya, sungguh telah menjaga dirinya dari adzab Allah swt.

Jauhi sarang lebah di bumbungan

Mereka menyerang tanpa ampun

Jauhi barang yang diharamkan

Rezeki tak berkurang sedikitpun

Pewarta: Tifatul Sembiring
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013