Bangkok (ANTARA News) - Komisi PBB di wilayah Asia, kemarin, menganjurkan peningkatan upaya guna menyelesaikan sistem peringatan dini bencana tsunami, setelah tewasnya sekitar 600 orang di pesisir selatan Pulau Jawa, Indonesia, pada pekan lalu, akibat bencana tsunami. Pemerintah Indonesia telah gagal mengeluarkan peringatan terjadinya tsunami setelah gempa bumi berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR) yang berpusat di bawah laut mengguncang dan meluluhlantakkan wilayah Pangandaran, Jabar. Bencana tsunami di Pangandaran terjadi hampir dua tahun sejak tragedi tsunami di Samudera Hindia yang menewaskan 220.000 orang di beberapa negara. "Tsunami yang terjadi di Pangandaran mengingatkan kita untuk memastikan seluruh komunitas di area pantai aman dari bencana tsunami, tidak hanya wilayah yang terkena bencana pada 2004," kata Kepala Komisi Sosial dan Ekonomi PBB untuk wilayah Asia dan Pasifik (UNESCAP), Kim Hak Su. Salah satu pejabat pemerintahan Indonesia mengatakan ratusan pesan layanan singkat telah dikirimkan oleh Badan Meterologi dan Geofisika (BMG) setelah terjadinya gempa bumi, namun isi pesan itu hanya tentang koordinat pusat gempa, bukan berisi peringatan kemungkinan terjadinya tsunami. Pihak pengawas regional mengeluarkan peringatan tsunami hanya 19 menit setelah terjadinya gempa, tetapi masalah jarak dalam sistem peringatan Indonesia telah membuat pesan tersebut tidak sampai ke daerah pesisir tepat pada waktunya. UNESCAP yang berbasis di Bangkok telah mencoba mengkoordinasikan negara-negara di sekitar wilayah itu untuk mengembangkan sistem peringatan tsunami terpadu, terutama guna menemukan cara tercepat menyampaikan pesan peringatan tersebut kepada penduduk di pesisir pantai. Sistem peringatan bencana tsunami yang dikembangkan oleh Indonesia sendiri belum dapat diandalkan sampai 2009, demikian AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006