Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 10 ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja secara ilegal di Libanon hingga kini belum diketahui nasibnya menyusul serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Israel ke negara tersebut. "Dari data kami, sedikitnya ada 10 ribu TKI berada di Lebanon. Namun nasibnya hingga kini belum diketahui," kata Analis Kebijakan Migran Care, Wahyu Susilo, di Jakarta, Selasa. Menurut Wahyu, karena seluruh TKI itu tidak memiliki dokumen resmi maka keberadaannya pun tidak dapat dilacak. "Kami asumsikan 10 ribu berdasarkan kasus pemalsuan passport yang dilakukan Jimmy Candra. Dari penyelidikan diketahui 40 ribu dari keseluruhan passport, bertujuan ke Suriah. Sisanya Ke Yordania, Palestina dan Lebanon," katanya. Selain TKI ilegal, ia mengatakan sedikitnya ada lima orang TKI legal yang bekerja di Libanon. "Penyalur TKI AMRI Margatama pernah mengirimkan TKI ke Libanon tahun 2001, kemungkinan mereka juga masih berada di sana," katanya. Sementara itu, Direktorat Perlindungan Warga Indonesia dan Aset Legal, Departemen Luar Negeri, Ferry Adamar mengatakan sampai saat ini pihaknya belum dapat mendeteksi keberadaan para TKI di Libanon itu. Ia mengatakan pihaknya telah menempuh berbagai cara untuk mencari keberadaan para TKI itu, termasuk menyebarkan selebaran, dan iklan di televisi yang menyerukan agar mereka segera melapor ke KBRI Beirut. "Sampai saat ini belum ada yang melapor," katanya. Ia mengatakan pihaknya hingga kini masih terus melakukan pencarian dan tetap menempatkan tiga orang personelnya di KBRI Beirut untuk menolong Warga Negara Indonesia (WNI) yang melapor dan meminta untuk dievakuasi. Sebelumnya, pada 16 Juli, KBRI di Beirut, Lebanon, mengevakuasi 40 warga negara Indonesia ke Suriah, karena kondisi keamanan di ibukota Libanon tersebut telah memburuk. Proses memindahkan para WNI itu dilakukan melalui jalan darat ke arah utara Beirut, yaitu Damaskus, ibukota Suriah. Sementara itu Kantor Berita Kuwait (KUNA) melaporkan seorang buruh migran perempuan Indonesia telah tewas dalam serangan rudal Israel ke Libanon 11 Juli.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006