Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Memasuki lobi Gedung Dekanat Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, pada sisi kanan dan kiri tangga menuju ruangan Dekanat, terdapat dua lemari kaca berukuran cukup besar.

Lemari kaca sebelah kiri bertuliskan Lemari Prestasi yang berisi sejumlah penghargaan yang ditorehkan oleh civitas akademika fakultas, sedangkan lemari kaca sebelah kanan tangga bertuliskan Lemari Gratifikasi untuk menyimpan barang-barang pemberian yang tidak seharusnya diterima.

Sejumlah barang yang tertata rapi bertuliskan asal barang berada di dalam Lemari Gratifikasi. Barang itu di antaranya uang pecahan Rp100.000 hingga Rp10.000 beberapa lembar, beberapa suvenir yang dibungkus, kain batik, jam tangan, makanan ringan, hingga rokok. Bahkan, ada pula yang masih terbungkus plastik kemasan paket yang belum dibuka oleh pihak fakultas.

Barang-barang tersebut merupakan pemberian dari mahasiswa kepada dosen, mahasiswa kepada tenaga kependidikan, orang tua mahasiswa kepada dosen/tenaga kependidikan, bahkan mahasiswa kepada mahasiswa.

Ide membuat sebuah Lemari Gratifikasi berawal dari keprihatinan Dekan Fakultas Hukum Unej Prof Bayu Dwi Anggono terhadap maraknya aparat penegak hukum yang merupakan lulusan sarjana hukum dan paham akan aturan hukum justru terjerat kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Kendati begitu, seseorang melakukan tipikor itu bukan semata-mata karena saat mereka mengenyam pendidikan di kampus, tapi bisa jadi penyebabnya juga faktor lingkungan sosial, setelah mereka lulus dari kampus.

Untuk itu, pihak Fakultas Hukum Unej tergerak untuk ikut membenahi terkait dengan faktor kurangnya pendidikan integritas di dalam kampus. Upaya untuk membangun fakultas yang berintegritas diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi penegakan hukum nasional, dapat berkontribusi menciptakan lulusan calon penegak hukum yang berintegritas.

Fakultas hukum harus menjadi cerminan masa depan bersinarnya hukum Indonesia dan sarjana hukum berintegritas. Oleh karena itu, perlu didukung budaya kampus hukum untuk menerapkan perilaku-perilaku pencegahan tipikor.

Meskipun pada kurikulum, belajar di kampus ada etika profesi hukum yakni jujur, melayani dan berintegritas, namun mahasiswa dan civitas akademika juga memerlukan contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari guna mewujudkan integritas tersebut.

Mahasiswa tidak jarang memberikan hadiah atau tanda ucapan terima kasih berupa barang atau uang kepada dosen yang menguji atau membimbingnya. Bahkan tenaga pendidikan juga menjadi sasaran gratifikasi mahasiswa atau orang tua mahasiswa.

Pemberian itu tentu bukan sesuatu yang wajar, karena secara tidak langsung ingin mempengaruhi dosen agar pelaksanaan ujian bisa welas asih dan membantu mahasiswa yang bersangkutan, sehingga budaya pemberian 'sesuatu' harus mulai dihilangkan.

Selama ini dosen dalam melaksanakan tugas sudah mendapatkan hak-haknya. Justru ketika menerima gratifikasi akan merendahkan martabat dan wibawa dosen, karena dosen dianggap bisa dipengaruhi setelah pemberian sesuatu barang atau uang.

Bayu mengaku pernah diberi uang dan emas batangan oleh mahasiswa S-3 yang diujinya. Pemberian itu ditolak dan dikembalikan kepada mahasiswa yang bersangkutan. Sehingga dari pengalaman menguatkan niatnya untuk membangun zona integritas pada tahun 2021 di fakultas hukum yang dipimpinnya.

Untuk itu, visi FH Unej berupa "Ilmu, Amal, Integritas" seringkali menjadi spirit bagi dosen dan tenaga kependidikan untuk terus memerangi tindak pidana korupsi di lingkungan kampus.

Visi itu tidak hanya sebatas slogan, tapi juga semangat yang menjiwai setiap kerja fakultas yang dipimpin bahkan hal itu sangat penting bagi kampus hukum yang merasa bertanggung jawab atas belum baiknya dunia hukum Indonesia.

Bayu yang juga Guru Besar Ilmu Perundang-undangan itu menegaskan bahwa fakultas hukum di kampus manapun, harus memulai dari semangat dan budaya kerjanya, proses pendidikannya, harus memiliki integritas yang tinggi sebagai upaya untuk menciptakan calon aparat penegak berintegritas. Tidak hanya dosen dan tenaga kependidikan, namun mahasiswa di fakultas hukum harus terlibat dalam proses "Ilmu-Amal-Integritas".


Pengingat

Lemari Gratifikasi sengaja ditempatkan di lobi Gedung Dekanat FH Unej agar mudah terlihat oleh semua civitas akademika sekaligus pengingat bahwa barang-barang itu menjadi salah satu upaya pencegahan tipikor.

Semua dosen, tenaga kependidikan dan staf di fakultas hukum mendapatkan sosialisasi lebih dulu soal apa fungsinya terkait dengan perilaku korupsi, sehingga memahami benar tentang integritas.

Program Lemari Gratifikasi itu tidak dibuat secara tiba-tiba karena perlu tahapan-tahapan yang harus dibangun secara kuat di dalam fakultas, yakni membangun kebanggaan sebagai kampus hukum yang menjadi cerminan masa depan hukum Indonesia.

Karena diakui bahwa sulit mengharapkan lulusan FH Unej menjadi sarjana hukum berintegritas jika budaya kampus tempat mendidiknya tidak berintegritas. Karena itu, semuanya harus dimulai dari kampus dan tidak hanya dosen tapi juga seluruh staf di fakultas hukum.

Kemudian, tahapan selanjutnya diperlukan membangun soliditas tim di kalangan dosen dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan spirit "Ilmu-Amal-Integritas" ala FH Unej. Tahapan berikutnya, memangkas semua pelayanan yang berbelit-belit secara konvesional menjadi digitalisasi.

Peluncuran Sistem Layanan Terpadu (Silat) FH Unej menjadi solusi yang tepat, sehingga mahasiswa, dosen dan staf tenaga kependidikan tidak perlu repot dengan birokrasi surat menyurat yang ribet karena cukup dengan aplikasi satu pintu secara digital.

Platform Silat FH Unej yang telah terintegrasi dengan Sistem Terpadu (Sister) Unej untuk memudahkan berbagai pelayanan seluruh civitas akademika, karena sistem itu adalah migrasi dari pelayanan bidang akademik dan kemahasiswaan di fakultas setempat yang manual menjadi digital dan mudah diakses.

Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI WBK) di fakultas hukum tidak mudah, namun perlu ketelatenan, ketegasan dan spirit yang kuat kepada seluruh civitas akademika. Hal itu harus dilakukan sejak dini.

Berbagai langkah tahap demi tahap telah dilakukan untuk mewujudkan fakultas yang berintegritas, sehingga membuahkan hasil dengan piagam penghargaan yang diberikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dua tahun berturut-turut.

Fakultas Hukum Unej dinilai berhasil membangun unit kerja pelayanan berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada tahun 2022 dan berhasil membangun unit kerja berpredikat Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi pada tahun 2023.

Tidak hanya itu, Rektor Unej Iwan Taruna juga memberikan penghargaan kepada Kepala Tata Usaha Fakultas Hukum, Ayunda Kumalanusanrarawati, sebagai juara 1 pada lomba karyawan dalam kategori Tenaga Kependidikan Berintegritas dalam rangka Dies Natalis ke-59 Unej.

Prestasi dan penghargaan untuk menuju ZI-WBK tentu harus diimbangi dengan komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Unej, sehingga pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Zona Integritas WBK diperlukan agar membiasakan perilaku integritas menjadi budaya di kampus setempat.

Membangun kampus berintegritas memang tidak mudah karena tantangan terbesar adalah membangun budaya Zona Integritas WBK. Oleh karena itu, perlu adanya keteladanan kepemimpinan yang memberikan contoh lebih dulu.

Ketua Satgas ZI WBK Fakultas Hukum Unej, Yusuf Adiwibowo, menguraikan bahwa pada tahun 2021 mulai membangun sistem dan ada Unit Pengendali Gratifikasi. Kemudian, disosialisasikan kepada kepala jurusan hingga mahasiswa yang dilakukan tahap demi tahap, sehingga akhirnya disediakan Lemari Gratifikasi.

Dalam pembangunan ZI WBK, Lemari Gratiikasi salah satu syarat sebagai upaya pengendalian gratifikasi, karena saat itu juga dilakukan Deklarasi Pembangunan Zona Integrtas Wilayah Bebas dari Korupsi di FH Unej. Tidak ada lagi ada lagi pemberian-pemberian saat ujian dan pelayanan.

Di dalam Lemari Gratifikasi terdapat beberapa uang lembaran Rp100 ribu yang merupakan pemberian mahasiswa kepada dosen dan tenaga kependidikan yang dilaporkan. Bahkan terdapat sebungkus rokok yang diserahkan seorang satpam kepada Satgas setelah menerima pemberian rokok dari mahasiswa sebagai ucapan terima kasih.

Kesadaran untuk menerapkan Zona Integritas WBK di FH Unej perlahan-lahan terbangun. Hal itu terbukti dengan pemberian sekecil apapun sudah mulai diserahkan ke Lemari Gratifikasi.

Seperti yang dilakukan oleh Wakil Koordinator Bidang Akademik Mahasiswa FH Unej, Dian Indayana, yang pernah diberi uang sebesar Rp500 ribu dan oleh-oleh makanan dari orang tua mahasiswa. Kemudian, Satpam FH Unej Sis Subagyo pernah menerima uang sebesar Rp30 ribu dari perusahaan katering karena membantu menurunkan kotak makanan yang dipesan panitia.

Seluruh civitas akademika FH Unej sudah paham akan konsekuensi penerapan jargon "Ilmu, Amal, Integritas". Mereka juga sudah paham mekanisme pelaporan gratifikasi apabila menerima atau bahkan mereka juga bisa melaporkan ketika melihat adanya tindakan gratifikasi.

Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember 2023 diharapkan dapat menjadi momentum agar fakultas-fakultas lain di Unej bisa membangun Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi guna menyiapkan calon pemimpin bangsa yang berintegritas.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023