Markas PBB (ANTARA) - Dewan Keamanan (DK) PBB pada Jumat menunda pemungutan suara atas resolusi yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza.
Pemungutan suara itu ditunda sampai Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan para Menlu negara-negara Arab.
Dewan beranggotakan 15 negara itu seharusnya melakukan pemungutan suara pada Jumat pagi, tetapi kemudian ditunda atas permintaan Uni Emirat Arab (UAE).
UAE mengajukan resolusi itu dengan dukungan dari negara-negara Arab dan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Supaya diadopsi, resolusi di DK PBB memerlukan sedikitnya sembilan suara mendukung dan tanpa veto dari lima anggota tetapnya: Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis dan Inggris.
AS telah menyatakan penentangannya terhadap tindakan apa pun yang diambil oleh DK-PBB saat ini.
Pemungutan suara itu dijadwal ulang dan akan dilangsungkan pada pukul 17.30 waktu New York (Sabtu pukul 5.30 WIB) setelah Blinken bertemu para Menlu dari Mesir, Yordania, Qatar, Arab Saudi, Otoritas Palestina dan Turki di Washington.
AS dan Israel menentang gencatan senjata dalam perang di Gaza karena mereka yakin hal itu hanya menguntungkan kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
AS malah mendukung jeda pertempuran untuk melindungi warga sipil dan memberi kesempatan bagi pembebasan sandera yang ditahan Hamas dalam serangan pada 7 Oktober.
Desakan baru agar gencatan senjata diberlakukan berasal dari negara-negara Arab setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Rabu secara resmi memperingatkan DK-PBB tentang ancaman global dari perang tersebut.
Guterres, yang berulang kali menyerukan adanya gencatan senjata kemanusiaan, akan menyampaikan pengarahan di depan DK-PBB pada Jumat waktu setempat.
AS mengusulkan beberapa perubahan penting pada rancangan teks resolusi yang disusun oleh UAE.
Salah satunya adalah memasukkan kata-kata yang mengutuk “serangan teroris oleh Hamas di Israel, termasuk serangan pada 7 Oktober 2023."
Namun, kata-kata itu tidak ditambahkan pada teks yang akan dibahas pada Jumat.
Rancangan teks itu diubah untuk menyisipkan “warga sipil Palestina dan Israel harus dilindungi sesuai hukum kemanusiaan internasional” dan “menuntut pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat”.
Israel mengatakan 1.200 orang terbunuh dan 240 orang lainnya disandera dalam serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober.
Negara Zionis itu lalu melakukan aksi balasan di Gaza lewat serangan udara, pengepungan dan serangan darat.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa 17.170 warga Palestina kehilangan nyawa akibat serangan-serangan Israel.
Sebagian besar penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa juga telah terusir dari rumah mereka.
Sumber: Reuters
Baca juga: Irlandia akan dukung resolusi DK PBB untuk gencatan senjata di Gaza
Baca juga: RI berharap Dewan Keamanan segera ambil langkah untuk situasi di Gaza
Baca juga: Konflik global jadi peringatan bagi masyarakat internasional
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023