Kalau saya dilaporkan ke Badan Kehormatan, monggo saja. Saya menghormatinya,"
Purwokerto (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso bersikap tenang meskipun dilaporkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Badan Kehormatan DPR soal suratnya ke Presiden untuk memberikan remisi terhadap terpidana koruptor.
"Kalau saya dilaporkan ke Badan Kehormatan, monggo saja. Saya menghormatinya," kata Priyo dalam surat elektronik yang dikirimkan dari Jakarta, Kamis, soal pengaduan LSM atas dirinya ke Badan Kehormatan DPR.
Ia mempertanyakan salahkah menyalurkan aspirasi yang masuk kepadanya.
Politisi Partai Golkar itu merasa tidak ada yang salah dengan langkahnya meneruskan aspirasi narapidana yang menginginkan adanya remisi.
Ia mengatakan menampung dan menyampaikan aspirasi adalah tugasnya sebagai pimpinan DPR yang membidang persoalan politik dan hukum.
"Persoalan apakah aspirasi mereka akan dikabulkan para pemegang kebijakan, itu kewenangan mereka, bukan otoritas saya," katanya.
Sebagai pimpinan DPR, kata Priyo, ia menerima banyak aspirasi dari berbagai kalangan sehingga ia menandatangani ratusan surat dan meneruskan ke pemerintah maupun pihak yang berkepentingan.
"Seperti menandatangani aspirasi buruh, perangkat desa, guru bantu, penggusuran, konflik agrarian, dan lain-lain. Kita harus berlaku adil," kata Priyo.
Ia mengingatkan jangan pernah melarang golongan masyarakat tertentu untuk menyampaikan aspirasi mereka hanya karena kebencian.
"Itu esensi demokrasi, dan mereka semua adalah rakyat Indonesia," katanya.
Priyo mengatakan ICW sering tidak paham dan bereaksi secara berlebihan.
Ia mempersilakan ICW melihat dan membaca suratnya ke presiden dengan cermat karena dalam surat itu dia hanya menyampaikan aspirasi yang masuk ke dia.
"Persoalan dikabulkan atau tidak, maka itu kewenangan pemerintah bukan kewenangannya," katanya.
ICW bersama sejumlah LSM mengadukan Priyo ke Badan Kehormatan DPR karena memfasilitasi sembilan narapidana perkara korupsi untuk mengirimkan surat kepada Presiden dan mengunjungi LP Sukamiskin.
Tindakan itu dianggap telah melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kode Etik khususnya Pasal 2 Ayat (1) , Pasal 2 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (1) , Pasal 3 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (8) , dan Pasal 9 Ayat (5).
(B009/E001)
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013