Bogor, (ANTARA News) - Masyarakat dan pemerintah daerah (Pemda) sudah saatnya mengubah cara pandang bahwa sampah perkotaan merupakan limbah yang harus disingkirkan jauh-jauh dan mulai memperlakukan sampah sebagai sumber kesejahteraan ekonomi. "Harus ada `political will` dari Pemda untuk mengubah paradigma tersebut sehingga sampah tidak hanya dibuang ke sungai. Sementara kita sebagai akademisi hanya mendorong Pemerintah menuju ke arah itu," kata Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Prof Rizal Syarief di sela-sela lokakarya mengenai pengelolaan sampah perkotaan berbasis masyarakat di Bogor, Selasa (25/7). Ia mengemukakan bahwa sampah dapat didaur ulang untuk digunakan kembali (recycle dan reuse) dalam bentuk pupuk organik dan dijadikan bio-energi. IPB, kata Rizal, sudah mempunyai beberapa teknologi pengolahan sampah termasuk pengolahan sampah menjadi bio-energi. Namun sampai saat ini pemanfaatannya hanya dalam skala kecil, seperti pembinaan masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga untuk membuat kompos, sementara Pemda --baik Pemkot maupun Pemkab-- Bogor belum memanfaatkan teknologi-teknologi tersebut. Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup PPLH IPB, Prof Dedi Soedharma mengatakan, saat ini pihaknya tengah menggulirkan gerakan memanfaatkan sampah. Sekarang ini, kata dia, sistem yang umum dipakai adalah "sanitary landfill". "Dengan penduduk Bogor yang sudah mencapai sekitar 2,5 juta jiwa, satu saat lahan untuk `sanitary landfill` tersebut akan penuh sehingga berpotensi menimbulkan masalah,". Padahal jika dimanfaatkan secara efisien, sampah bisa menjadi sumber pendapatan, misalnya untuk memproduksi kompos yang akan diserap konsumen. Bahkan, kata dia, dari sampah ini nantinya bisa dikembangkan sawah organik maupun sayuran organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia. Ia mengatakan, sampah juga bisa diubah menjadi energi sebagai substitusi bahan bakar minyak yang makin menipis persediaannya. Diakuinya, dari sisi teknologi sebenarnya bangsa Indonesia cukup menguasai teknologi pengolahan sampah, mulai dari mini komposter, incenerator, bak aerasi hingga bio filter. Namun masalahnya, masyarakat belum tergerak untuk mulai memilah-milah antara sampah organik dan anorganik. Sementara pihak Pemda tidak fokus pada sektor hulu, dalam hal ini rumah tangga, untuk mendorong gerakan pemilahan sampah tersebut, ujar Dedi. Senada dengan Dedi, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Rama Boedi mengatakan, pemilahan sampah merupakan salah satu syarat keberhasilan penerapan konsep "reduce", "reuse", "recycle" (3R). Pemilahan itu, lanjut dia, bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan sampah dan untuk meminimalisir kontaminasi material sampah. "Kelemahan di Indonesia, sampah masih mix (dicampur). Padahal sampah akan menjadi sesuatu yang bernilai jika dipilah," tegas Rama. Di Jakarta, kata dia, upaya pemilahan sampah sudah mulai dijalankan salah satunya adalah program yang dijalankan oleh beberapa stasiun radio swasta dan perusahaan retail Carrefour, yang akan menukar sampah anorganik dari masyarakat dengan voucher belanja.(*)

Copyright © ANTARA 2006