Bali (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara menyerukan pentingnya reformasi kebijakan di tengah tantangan fragmentasi geoekonomi.
Menurut Suahasil, fenomena adanya fragmentasi geoekonomi mulai dirasakan banyak negara pasca pandemi COVID-19, serta merupakan imbas dari ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah.
“Jumlah pembatasan perdagangan dan investasi asing langsung (FDI) telah meningkat tiga kali lipat sejak tahun 2018, di mana pola perdagangan bergeser, seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang merespons ketidakpastian kebijakan dan mencari cara untuk melindungi rantai pasokan mereka dari risiko geopolitik. FDI juga semakin terkonsentrasi di negara-negara yang secara geopolitik memiliki kesamaan (friendshoring)”, kata Suahasil dalam Annual International Forum of Economic Development and Public Policy (AIFED) 2023 di Nusa Dua, Bali, Kamis.
Suahasil menjelaskan, saat ini Indonesia telah meningkatkan upayanya untuk mengantisipasi situasi global. Ada tiga kunci strategi kebijakan pemerintah untuk menghadapi tantangan, antara lain yang pertama, menjaga stabilitas ekonomi makro dengan merancang respons kebijakan secara hati-hati.
Kedua, dukungan fiskal yang tepat sasaran khususnya bagi kelompok rentan, serta ketiga terus membangun keberlanjutan pertumbuhan jangka panjang yang lebih kuat melalui reformasi struktural yang komprehensif.
Terkait masa depan kerja sama multilateral saat ini, Wamenkeu Suahasil menyatakan perlunya lembaga-lembaga internasional untuk berbenah mengikuti dinamika dunia untuk menjaga keadilan dan pemerintahan yang inklusif.
“Reformasi dapat mencakup upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan global,” ujarnya.
Dalam sesi sebelumnya, hal senada juga disampaikan oleh Managing Director of Development Policy and Partnership di Bank Dunia periode 2020-2023 Mari Elka Pangestu yang mengatakan, situasi global saat ini sedang menghadapi tekanan geopolitik dan geoekonomi yang menimbulkan keterkaitan antara ekonomi, keamanan, dan teknologi.
Mantan Menteri Perdagangan periode 2004-2011 tersebut juga menilai Indonesia saat ini memiliki peluang karena di tengah pergeseran situasi ekonomi politik global membuka kesempatan relokasi dan peralihan perdagangan, terutama dari Tiongkok dan Amerika Serikat (AS).
Di sisi lain, muncul juga fenomena persaingan hijau (green competitiveness) dan perdagangan hijau (green trade) yang berpotensi pada ekspor komoditas hijau (green goods) dan teknologi yang semakin meningkat.
“Indonesia perlu mendorong reformasi dengan mengintegrasikan kebijakan iklim dengan pembangunan. Selain itu, perlu adanya investasi pada sumber daya manusia, teknologi dan institusi. Dari sektor perdagangan, Indonesia perlu menurunkan border barriers, menyiapkan fasilitas perdagangan dengan baik dan mendorong perubahan yang konstruktif,” pungkasnya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023