Khususnya extraction mineral, jadi kita harus responsible mining, sustainable mining. Itu kan barang yang bisa habis. Jadi, kalau mau benar-benar ada nilai tambah dari nikel dan mineral yang lain, kan tidak bisa dikuras sampai habisBali (ANTARA) - Mantan Menteri Perdagangan periode periode 2004-2011 Mari Elka Pangestu menyampaikan bahwa program hilirisasi pemerintah yang berjalan saat ini harus tetap mempertahankan prinsip keberlanjutan (sustainibility).
“Khususnya extraction mineral, jadi kita harus responsible mining, sustainable mining. Itu kan barang yang bisa habis. Jadi, kalau mau benar-benar ada nilai tambah dari nikel dan mineral yang lain, kan tidak bisa dikuras sampai habis,” kata Mari di sela acara Annual International Forum of Economic Development and Public Policy (AIFED) 2023 di Nusa Dua Bali, Kamis.
Mari menilai prinsip keberlanjutan diperlukan guna menjaga ketersediaan sumber daya alam mineral itu sendiri, sekaligus mampu memenuhi kebutuhan pasokan global.
Namun, mantan Managing Director of Development Policy and Partnership di Bank Dunia periode 2020-2023 tersebut memberikan catatan untuk menjaga keberlanjutan hilirisasi perlu dilakukan secara strategis. Yang pertama, pemerintah tidak menghabiskan sumber daya yang tidak bisa diperbarui (non-renewable).
Kedua, tahap produksi harus dilakukan dengan prinsip hijau (green). Kemudian yang ketiga, produksi harus dilakukan dalam skala yang besar, mengingat hilirisasi juga diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar global.
“Memproduksi ini tidak bisa, bukan hanya untuk dalam negeri, untuk pasar gobal. Dan untuk bisa masuk pasar global kita harus perhatikan yang tejadi di Eropa, di AS, atau perusahaan Tiongkok. Kita perlu strategis aja, kita tetap harus engage Tiongkok karena teknologinya dia yang miliki,” kata Mari.
Dalam sesi sebelumnya, Direktur Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia Tiza Mafira menilai saat ini masih ada beberapa praktik hilirisais di Indonesia yang belum menerapkan prinsip hijau (green).
“Negara dan perusahaan semakin banyak yang bilang tidak yakin mau beli produk hijau di Indonesia atau investasi di proyek hijau di Indonesia, karena Indonesia itu penambangan, peleburan, pembangkit listrik, dan proses manufaktur secara umum belum ramah lingkungan,” kata Tiza.
Menurut Tiza, pemerintah perlu mengevaluasi strategi hilirisasi mineral dengan lebih matang lagi untuk menjaga ketersediaan sumber daya alam, hingga ditetapkan adanya kuota lisensi.
“Kita harus menetapkan kuota lisensi berdasarkan strategi tersebut. Kita harus menghindari kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekosistem kita yang sudah langka, yang kita perlukan untuk pasokan air bersih dan udara bersih, dan kita harus menerapkan ekonomi sirkular,” katanya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023