Surabaya (ANTARA News) - PT Lapindo Brantas Inc memerlukan lahan sekitar 1,4 juta meter persegi (140 hektare) untuk kolam penampungan (pond) lumpur panas yang keluar dari lokasi semburan di Blok Banjar Panji I Porong Sidoarjo, dan hingga kini baru terealisasi 1,016 juta meter persegi (101,6 hektar). Hal itu dikemukakan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Jatim, Hartoyo, dalam diskusi terbatas semburan lumpur panas ditinjau dari perspektif hak asasi manusia, ekonomi dan budaya di Surabaya, Selasa. "Jadi saat ini masih diperlukan sekitar 384 ribu meter persegi (38,4 hektar) areal lahan untuk kolam penampungan semburan lumpur panas," katanya. Diskusi yang diadakan Walhi Jatim bekerja sama dengan Komnas HAM itu juga menampilkan pembicara Koesparmono Irsan (anggota Komnas HAM), Choirul Anwar (Divisi Advokasi dan Hukum Walhi Jatim), serta penyidik Polda Jatim. "Jumlah areal yang ada saat ini, menurut perkiraan hanya mampu menampung luapan lumpur hingga 2 Agustus mendatang. Jumlah lumpur yang keluar dari lokasi semburan sekitar 25 ribu hingga 30 ribu meter kubik per hari," ujar Hartoyo. Perkiraan waktu 2 Agustus disesuaikan dengan upaya penghentian semburan menggunakan sistem "side tracking" yang sudah dilakukan sejak pekan lalu dan ditargetkan selesai awal Agustus. Menurut Hartoyo, side tracking (penghentian dari sisi samping) merupakan skenario kedua yang dilakukan untuk penghentian semburan lumpur panas, setelah gagalnya skenario pertama menggunakan "snubbing unit". "Dengan side tracking, semburan diharapkan berhenti pada 2 Agustus mendatang. Kalau upaya ini gagal, maka skenario ketiga dengan `relief well` akan dilakukan. Saat ini, peralatan relief well sudah dikerjakan sekitar 500 meter dari titik semburan," kata Hartoyo. Menurut ia, sistem relief well memerlukan waktu tiga bulan untuk menghentikan semburan lumpur. "Ya sekitar awal Oktober nanti baru berhenti. Dengan demikian, Lapindo harus mencari areal tambahan guna menampung luapan lumpur," tambahnya. Sementara itu, anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan pada diskusi tersebut lebih menyoroti soal keberadaan warga yang menjadi korban luapan lumpur dan kini hidup di lokasi pengungsian. "Memang hak-hak mereka selama di pengungsian dipenuhi, tapi secara psikologis hal itu belum tersentuh," kata mantan Kapolda Jatim yang sehari sebelumnya menyempatkan diri mengunjungi lokasi pengungsian di Pasar Baru Porong Sidoarjo. Menyinggung soal pelanggaran HAM dalam kasus lumpur panas tersebut, Koesparmono mengatakan hal itu jelas ada, karena masalah juga sedang diproses secara hukum. "Hanya mungkin kategori pelanggarannya ringan, karena sejauh ini hak-hak para korban sudah dipenuhi, meski belum sepenuhnya," ujarnya. Anggota Komnas HAM lainnya Anshari Thayib menambahkan kegitan diskusi dengan kelompok masyarakat, instansi dan juga kunjungan ke lokasi pengungsian, bertujuan mencari masukan dan referensi bagi Komnas HAM untuk mengambil langkah lebih lanjut. "Nantinya, Komnas HAM akan membuat rekomendasi untuk disampaikan kepada pemerintah," kata mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim ini. (*)
Copyright © ANTARA 2006