Jakarta (ANTARA News) - Gempa yang mengguncang Jawa Barat Selatan (5,4 SR) pada Senin (17/7), Sulawesi bagian utara (6,5 SR) dan Bali selatan (3,6 SR) hari Minggu (23/7) dan Bengkulu (5,4 SR) Sabtu (16/7) ternyata berasal dari titik episentrum yang berjauhan."Titik episentrumnya berjauhan, berbeda zona dan blok, hanya kebetulan ada akumulasi tekanan di masing-masing blok tersebut," kata Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumbar Daya Alam, BPPT, Yusuf Surachman di Jakarta, Selasa. Soal gempa yang terjadi beberapa hari terakhir di sejumlah tempat harus dilihat dari kenyataan bahwa Indonesia dikelilingi oleh zona tumbukan lempeng samudra dan lempeng benua yang memang rentan. "BMG mencatat 5-6 kali gempa setiap hari yang dapat terekam seismograf," katanya. Di samudera Hindia sendiri, terdiri dari blok-blok berbeda yang kecepatan dan arah pergerakannya tidak seragam, sehingga akumulasi energinya dan tubrukannya juga berbeda. Ia mencontohkan, blok Aceh yang bergerak kearah lempeng benua di timur laut dengan kecepatan tertentu, dengan usia batuan dan densitas tertentu, yang ketika gempa 9,3 SR pada 26 Desember 2004 mendesak blok Nias. "Namun blok Aceh terjadi deformasi ke utara ke Andaman karena ada batas dengan blok Nias, namun energi di Aceh menggoyang blok Nias sebelum terjadi gempa Nias 28 Mei 2005, dan hanya 13 hari kemudian 10 Juni terjadi gempa Mentawai 6,8 SR," katanya. Jadi seperti kartu-kartu yang ditegakkan yang ketika disentuh, gerakannya merembet ke blok-blok lain, ujarnya. "Kami sedang mengkhawatirkan blok Padang-Bengkulu yang pada 1833 terjadi gempa 9,1 SR dan beresiko terjadinya pengulangan siklus 200 tahunan," katanya. Gempa Pangandaran lalu, lanjut dia, sumbernya ternyata di ujung selatan patahan Pulau Sumatera yang panjangnya 1.650km, namun belok ke Pulau Jawa sepanjang 300km. "Gempa Pangandaran lalu diduga merubuhkan gunung-gunung di dasar laut di Palung Jawa. Deformasi dasar laut dari gempa di atas 6,3 SR itulah yang menimbulkan tsunami," kata Yusuf. Gempa di selatan Bali, ujarnya, masih berada di jalur gempa di selatan Jawa di mana lempeng Indo Australia terus bergerak ke utara dengan kecepatan 70mm per tahun. Sedangkan soal gempa di Sulawesi, ujarnya, bukan lagi karena tumbukan lempeng Indo Australia dengan Eurasia, tetapi antara lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Menurut dia, gempa Sulawesi tiga hari lalu itu disebabkan faktor kematangannya yang sudah terkumpul dan bahwa kota Palu dan sekitarnya itu memang dibangun di atas patahan aktif dan rawan gempa.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006