... komponen cadangan itu dapat bersifat suka rela dengan persyaratan dan keperluan... "
Jakarta (ANTARA News) - Di tengah polemik penyusunan dan pemberlakuan RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara, Direktur Komponen Cadangan Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal TNI Budi Rachmat, menyatakan, komponen cadangan bukan wajib militer.
"Ada beberapa pembeda. Sesuai RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara, komponen cadangan itu dapat bersifat suka rela dengan persyaratan dan keperluan. Mereka akan mendapat latihan dasar kemiliteran selama dua bulan saja," katanya, di Jakarta, Rabu malam.
Aturan tentang itu diatur dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10, dan pasal 11 RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara itu. Seusai mendapat pendidikan dasar kemiliteran, para WNI yang diangkat kemudian kembali kepada lingkungan asal mereka.
"Begitu negara memerlukan mereka, barulah mereka akan dipanggil lagi untuk bergabung. Ini bedanya dengan wajib militer, selesai menempuh pendidikan kemiliteran, mereka tetap berdinas sebagai anggota militer selama beberapa tahun," kata Rachmat.
Sesuai RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara itu, ada beberapa pengecualian, di antaranya sakit yang dibuktikan keterangan dokter, keberadaan yang bersangkutan diperlukan masyarakat, sedang menempuh tahap akhir pendidikan, atau sedang menunaikan ibadah agama bersangkutan.
Proyeksi Kementerian Pertahanan, hingga 20 tahun dari rancangan undang-undang itu diberlakukan, akan terdapat 60.000 tenaga cadangan untuk TNI AD, 20.000 untuk TNI AL, dan 10.000 bagi TNI AU. Pada tahap awal, akan direkrut sekitar 6.000 tenaga cadangan hingga menempuh proses pendidikan secara paripurna.
Banyak negara memberlakukan wajib militer bagi semua warga negaranya yang memenuhi syarat. Seusai menempuh wajib militer selama beberapa tahun itu, mereka bisa kembali menjadi warga sipil atau meneruskan karir di kemiliteran hingga pensiun.
Di ASEAN, yang memberlakukan wajib militer itu di antaranya Singapura.
Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013