Kami dari RSUP Persahabatan bersama dengan PDPI melakukan penelitian terhadap perokok elektronik, setelah kami periksa kadar nikotin pada urinnya ditemukan nilainya hampir sama dengan lima batang rokok konvensionalJakarta (ANTARA) - dr Annisa Dian Harlivasari dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan rokok elektronik atau vape memiliki bahaya yang sama dengan rokok konvensional.
"Kami dari RSUP Persahabatan bersama dengan PDPI melakukan penelitian terhadap perokok elektronik, setelah kami periksa kadar nikotin pada urinnya ditemukan nilainya hampir sama dengan lima batang rokok konvensional," ungkapnya dalam acara pernyataan sikap mendukung pengaturan pengamanan zat adiktif di Jakarta, Rabu.
Annisa menyebutkan kandungan nikotin pada rokok elektronik merupakan pangkal dari adiksi yang menyebabkan masyarakat terus mengonsumsinya.
Meskipun kerap dikampanyekan sebagai produk alternatif yang aman dan tanpa melalui pembakaran, kata dia, sisi lain atau dampak negatif yang terdapat pada rokok elektronik tidak ditampilkan.
Menurutnya, kandungan dari cairan atau liquid yang digunakan dalam rokok elektronik seperti kadar nikotin, serta kandungan bahan lainnya seperti etilen glikol masih belum jelas.
Baca juga: IDAI: Keluarga berperan penting dalam menghentikan kebiasaan merokok
Baca juga: Kerugian akibat konsumsi rokok lebih besar dari penerimaan cukai
"Misalnya kandungan nikotin dengan kadar seperti apa, itu belum ada random sampling yang dikerjakan terhadap produk yang beredar di masyarakat," ujarnya.
Peredaran rokok elektronik, ucap Annisa, belum dapat diatur dari sisi kesehatan, karena belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
Ia menyatakan PDPI sangat mendukung pengesahan pengaturan pengamanan zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksana Undang-Undang Kesehatan (RPP Kesehatan) untuk memasukkan rokok elektronik sebagai salah satu produk tembakau lain yang mengandung nikotin.
Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah memastikan aturan soal pembatasan tembakau dan produk turunannya tidak hilang dalam RPP Kesehatan.
"Masih ada, kalau hilang, hilang dong PP (109/12 tentang Pengamanan Zat Adiktif)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi pada 28 November 2023.
Nadia mengungkapkan saat ini proses penyusunan RPP Kesehatan tengah berlangsung pada tahap harmonisasi dengan kementerian lain yang terkait. Ia berharap proses penyusunannya dapat diselesaikan pada Desember ini.
Baca juga: Guru Besar: Zat adiktif rokok pengaruhi tingkat kecerdasan seseorang
Baca juga: 14 organisasi kesehatan dukung aturan pengendali zat adiktif tembakau
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023