Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Agung Laksono mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendaknya tidak diskmriminatif dalam melakukan penyadapan nomor telepon pejabat, namun apa yang dilakukan komisi tersebut dapat dimengerti. Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, menyatakan sepanjang ditemukan indikasi dan dicurigai melakukan tindak pidana korupsi, maka wajar dilakukan penyadapan. Namun yang terjadi. penyadapan justru lebih banyak dilakukan terhadap anggota DPR. Menurut Agung, penyadapan sebaiknya tidak terfokus kepada anggota legislatif, namun terhadap eksekutif yang mencurigakan juga perlu dilakukan penyadapan. "Saya setuju dilakukan penyadapan terhadap para pejabat negara yang terindikasi korupsi, baik legislatif maupun eksekutif. KPK jangan diskriminatif melakukan penyadapan, hanya terhadap anggota DPR," kata Agung. Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu meminta agar penyadapan dilakukan berdasarkan aturan main dan perundang-undangan. Jangan sampai penyadapan itu mengganggu privasi seseorang dan disalahgunakan untuk pemerasan terhadap pejabat negara. "Yang juga harus diingat adalah jangan diskriminatif, hanya dilakukan terhadap anggota DPR. Harus merata antara legislatif dengan eksekutif," katanya. Ketua Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan sependapat dengan Agung. Meskipun penyadapan telepon genggam milik pejabat negara termasuk anggota DPR yang dilakukan KPK dibenarkan, namun jangan sampai diselewengkan kegunaannya. "Jangan sampai tindakan penyadapan itu dijadikan sarana untuk melakukan pemerasan terhadap pejabat-pejabat negara," katanya. Trimedya mengungkapkan, untuk pengadaan alat penyadap itu, KPK mengajukan anggaran Rp1,5 miliar. Namun, hingga saat ini komisi III belum memberikan persetujuan atas permintaan tersebut. "Masih belum disetujui anggarannya," katanya. Selain soal anggaran yang belum disetujui, kata Trimedya, rencana KPK itu bisa saja terhalang UU Telekomunikasi dan UU Perlindungan Konsumen. Selama ini, izin penyadapan diberikan operator jika ada permintaan dari aparat kepolisian dan kejaksaan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006