Keberadaan pohon dapat meningkatkan daya dukung alam dalam mitigasi bencana, ketahanan pangan, energi, dan untuk kesejahteraan seluruh makhluk hidup
Penajam (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan keberadaan pohon dapat meningkatkan daya dukung alam dari berbagai sisi, sehingga pihaknya terus membangkitkan semangat masyarakat untuk menanam dan memelihara pohon.
"Keberadaan pohon dapat meningkatkan daya dukung alam dalam mitigasi bencana, ketahanan pangan, energi, dan untuk kesejahteraan seluruh makhluk hidup," kata Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Taruna Jaya di Penajam, Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu.
Sedangkan dalam pembibitan, pihaknya mengutamakan pohon endemik atau pohon yang sesuai dengan lingkungan setempat.
"Untuk itu pembibitan pohon di Persemaian Mentawir Ibu Kota Nusantara (IKN) juga mengutamakan kayu-kayuan endemik, baik pohon peneduh maupun pohon buah lokal. Meski ada pohon buah produktif lain, tapi jumlahnya lebih sedikit," katanya.
Baca juga: Menteri LHK serukan tanam pohon untuk mitigasi udara kotor
Hal itu dikemukakannya saat melakukan penanaman pohon di Serambi Nusantara, Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara. Kegiatan itu dilatarbelakangi semangat memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Nasional (BMN) pada Desember 2023.
Kegiatan semacam ini telah berjalan dari tahun ke tahun, kata dia, dengan tujuan membangkitkan semangat, motivasi, dan membudayakan tanam dan memelihara pohon.
"Saat ini kita menghadapi perubahan iklim di tingkat lokal, regional, maupun global. Ini terjadi antara lain dipicu oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yang bersumber dari peningkatan industri berbahan bakar fosil, tutupan lahan hijau berupa pohon yang semakin menyusut, dan kebakaran hutan maupun lahan," katanya.
Baca juga: Menteri LHK ajak anak-anak tanam 25 pohon untuk bantu lestarikan alam
Kondisi tersebut, menurutnya, mengakibatkan permasalahan perubahan iklim dengan berbagai ancaman kehidupan antara lain perubahan pola curah hujan dan anomali iklim ekstrem seperti peningkatan El-Nino atau La-Nina.
Kemudian peningkatan tinggi permukaan air laut dan hilangnya daratan, masalah produktivitas tanaman pangan, masalah bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan angin, kemudian penurunan keanekaragaman hayati, serta risiko terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan bagi masyarakat.
"Di sisi lain kita sebagai bangsa Indonesia sedang bergerak berjuang menuju Indonesia Emas 2045, sehingga dibutuhkan fondasi kuat terkait perlindungan dan perubahan iklim," katanya.
Baca juga: KLHK: 24 juta hektare lahan Indonesia kritis
Pewarta: M.Ghofar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023