"Model perkawinan anak ini, biasanya dilakukan antara pasangan salah satunya berusia lebih dewasa, bahkan lebih tua dari usia si anak perempuan," kata Ketua Komnas Perempuan RI Andy Yentriyani di Pontianak, Selasa.
Menurutnya, karena masih banyaknya kasus seperti itu yang terjadi di Kalbar, pihaknya merasa perlu melakukan pendidikan publik melalui kampanye untuk mengingatkan kepada orang tua dan anak bahwa perkawinan anak tidak hanya dapat meningkatkan kemiskinan atau pun memiliki dampak negatif terhadap kesehatan reproduksi pihak perempuan, tetapi juga rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Dia juga menjelaskan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak yaitu faktor ekonomi, pergaulan dan sebagainya.
Selain itu, ada juga kasus yang melakukan hubungan seksual, mengakibatkan pihak perempuan mengalami kehamilan di luar nikah, sehingga keluarga tidak memiliki opsi lain selain menikahkan anak mereka.
"Menolak perkawinan itu sendiri menjadi sebuah kerumitan, saat ini ada beberapa kasus yang dilaporkan kepada kami mengatakan bahwa anaknya mengancam akan bunuh diri jika tidak dikawinkan," tuturnya.
Andy Yentriyani berharap adanya program untuk anak-anak muda yang lebih variatif, lebih memicu kreativitas dan memberikan ruang untuk mengartikulasikan diri sehingga mereka mengenali bahwa ada hal lain yang bisa dilakukan selain berpikir tentang situasi seksual.
"Dan terutama adalah pendidikan kritis, tapi pendidikan kritis harus dilakukan sedari kecil untuk bisa memilah mana yang perlu dibaca dan mana yang tidak perlu dibaca serta mana yang penting untuk kita serap serta yang sebaiknya kita tinggalkan," katanya.
Pewarta: Rendra Oxtora dan Ira Kristina
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023