"Psikologi pasar bahwa setiap hari-hari besar agama terjadi kenaikan harga. Kemudian setelah itu harganya akan normal kembali," kata Viva kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa.
Namun, jika kenaikan harga itu lebih dari 30 persen maka itu sudah disebut ada ketidakseimbangan ekstrem antara penawaran dan permintaan yang tidak diimbangi oleh pasokan yang cukup, kata dia.
Viva menilai sistem dan mekanisme distribusi barang yang inefisien memicu tingginya biaya transportasi, lambannya birokrasi bea cukai sehingga proses pengeluaran barang di pelabuhan menjadi lama, di samping karena rusaknya sarana dan prasarana transportasi.
Dia menduga telah terjadi kartelisasi oleh sekelompok pengusaha yang berkonspirasi dengan oknum pemerintah, untuk mengontrol pasokan bahan pangan ke pasar dan mengendalikan harga.
"Pemerintah dalam mengendalikan harga bahan pangan tidak kuasa dan tidak berdaya sama sekali," sambung dia.
Dia meyebut kelambanan ini terjadi karena liberalisasi perdagangan dan pasar bebas memposisikan kaum pemodal besar sebagai pemenang kompetisi bebas sehingga mengontrol sirkulasi barang dan harga.
Penyebab lainnya adalah pemerintah tidak memiliki stok pangan, kata Viva.
Dia mendesak pemerintah segera merereformasi sektor pertanian.
"Negara harus mengendalikan harga pangan guna melindungi petani. Artinya, tidak boleh dilepas di pasar bebas. Harus ada intervensi negara," kata dia.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013