Jakarta (ANTARA News) - Jalanlah ke Kota Terlarang (Forbidden City) di Beijing. Susurilah gerbang demi gerbang, lapangan demi lapangan, dan istana demi istana, maka akan terbayang kebesaran negeri ini dahulu.
Kota Terlarang adalah istana terluas yang dibatasi tembok dari dunia luar. Kemegahannya kini hanya bisa dibayangkan dari luas dan bangunan kokoh tetapi kurang terawat.
Nama lainnya adalah Kota Terlarang Ungu yang terletak persis di tengah-tengah kota kuno Beijing dan menjadi istana kerajaan selama periode Dinasti Qing dan Ming.
Sepanjang kaki melangkah, istana ini seperti tiada habis-habisnya. Dari satu gerbang ke gerbang lain, dari satu istana ke istana berikutnya.
Luasnya, sekitar 720.000 meter persegi, 800 bangunan dan lebih dari 8.000 ruangan. Kota Terlarang oleh UNESCO dinyatakan memiliki koleksi terbesar struktur kayu kuno di dunia, dan terdaftar sebagai salah satu situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1987.
Dari sejumlah istana, hanya bangunan yang terdepan terlihat terawat. Bangunan pertama yang menjadi pintu masuk itu biasanya digunakan sebagai balkon kehormatan ketika Cina merayakan hari jadinya sebagai negara republik dan tempat terbaik untuk menyaksikan koreografi tari dan kembang api pada malam syukuran kemerdekaan.
Pada pintu gerbang utama terpampang foto wajah pemimpin besar Mao Zedong.
Kemudian, susuri juga tembok Cina yang termashur itu. Tembok yang dibangun jauh sebelum Dinasti Qin (220 SM), yakni pada Zaman Musim Semi dan Gugur (722--481 SM) dan Zaman Negara Perang (453--221 SM) untuk menahan serangan musuh dan suku-suku dari utara Cina.
Tembok Raksasa Cina atau Tembok Besar Cina juga dikenal dengan nama Tembok Sepanjang 10.000 Li. Di bangunan terpanjang yang pernah dibuat manusia dan menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun 1987, bangunan ini juga dimasukkan dalam daftar situs warisan dunia UNESCO.
Pada hari kemerdekaan, 1 Oktober, setelah perayaan maka lautan manusia akan mengunjungi tembok ini. Terbetik kabar, Ketua Mao menganjurkan rakyatnya untuk menyusuri tembok itu untuk mengenang kebesaran bangsa Cina sejak dahulu kala.
Menyusuri tembok yang pernah dimitoskan bisa terlihat dari bulan itu, tentu tidak akan tuntas karena total panjangnya lebih dari 8.500 kilometer (km).
Pada tahun 2009, Badan Survei dan Pemetaan dan Badan Administrasi Warisan Budaya Republik Rakyat Cina melakukan penelitian untuk menghitung ulang panjangnya. Hasilnya, panjang tembok melebihi panjang perkiraan sebelumnya.
Panjang keseluruhan tembok mencapai 8.850 km dan ditemukan pula bagian-bagian tembok lain yang panjangnya 359 km, parit sepanjang 2.232 km, serta pembatas alami, seperti perbukitan dan sungai sepanjang ribuan kilometer.
Tembok raksasa yang dibangun dan direkonstruksi berulang kali, termasuk pada era Dinasti Ming (1368--1644) itu menjalar seperti naga raksasa melintasi tanah landai hingga melata di puncak-puncak bukit dan pegunungan.
Ini satu lagi kebesaran China
Tanda lain kebesaran bangsa ini adalah jumlah penduduknya. Pejabat pemerintah dan pengurus partai selalu menyampaikan jumlah penduduk kepada tamunya saat menyampaikan profil Republik Rakyat China.
Jumlahnya kini mencapai 1,3 miliar jiwa.
Jika, ditinjau dari segi politis dan keamanan, penekanan informasi pada jumlah penduduk memunculkan tafsir yang beragam. Jika dari sudut ekonomi, jumlah penduduk yang besar adalah potensi pasar.
Jika dari sudut politik bisa berarti kekuatan rakyat, tetapi juga bisa berarti, jangan coba-coba bikin "chaos" negeri ini karena tidak mudah mengendalikan 1,3 miliar orang.
Dahulu pengungsi Vietnam, kemudian pengungsi Afghanistan yang mengalir ke negara-negara tetangga sudah merepotkan banyak pihak.
Karena itu, stabilitas negara selalu menjadi penekanan utama para pemimpin China dalam penjelasannya kepada banyak media asing yang berkunjung ke sana.
Profesor Yao Yang, Dekan The National of Development, Universitas Peking (Beijing) menyatakan China membutuhkan pemimpin yang kuat untuk menjaga stabilitas dan mengarahkan pembangunan China.
Sejak 1949, China memiliki kepemimpinan yang kuat dari Partai Komunis. Diakui Yao Yang bahwa terjadi sejumlah kekeliruan pada masa lalu, seperti mengekspor ideologi ke negara tetangga. Akan tetapi, kini ekspor barang-barang China menjadi dominan di banyak negara.
Ketika ideologi komunis runtuh di sejumlah negara, seperti di Polandia, kemudian Uni Soviet, tetapi pemerintahan komunis masih kukuh di negeri yang dahulu dijuluki tirai bambu itu.
Pengertian tirai sebagai pembatas (tertutup) kini persepsi itu sudah jauh berubah. Kini, China menjalin hubungan dagang ke banyak negara. Turisme merupakan salah satu pemasukan negara. Sejumlah kota menjadi pusat perdagangan, seperti Shanghai, Shenzhen, dan Beijing sendiri.
China mengundang banyak pihak, termasuk pers asing, untuk berkunjung ke negerinya. Negeri yang bertirai kini terbuka. Saat ini, sudah sekitar 11.000 pelajar dan mahasiswa Indonesia pernah dan sedang belajar di negeri itu.
Jumlah itu berada pada peringkat tujuh setelah Rusia, berikutnya dari Korsel, Amerika Serikat, dan Jepang. Biaya pendidikannya relatif terjangkau, sementara mutu dan fasiltas laboratorium serta program studinya makin banyak.
Namun, dengan menurunnya kualitas udara, air, dan tanah akibat polusi menjadikan minat belajar itu menurun.
Kemajuan industri berdampak negatif pada lingkungan. Negeri berpenduduk 1,3 miliar jiwa itu sedang berjuang pada perbaikan lingkungan kehidupan sehat dan jauh dari pencemaran.
Permasalahan lain adalah penyediaan makanan yang sehat dan aman (food security). Pada sejumlah kasus ditemukan makanan tercemar yang menjadikan pemerintah dan penegak hukum memperketat pengawasan.
China, negeri besar yang sedang bangkit mengejar ketertinggalannya dari negeri maju kini menawarkan idiom Mimpi China (Chinese Dream) pada penduduknya.
Kata Chinese Dream mengingatkan banyak orang pada American Dream. Sejumlah kalangan menilai dari perspektif lain. Akankah Cina ingin menjadi negara adi kuasa seperti Amerika melalui "Chinese Dream"-nya. Sejarah akan membuktikannya.(*)
Oleh Erafzon SAS
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013