“Agrifood menghadapi ancaman kerugian dan kerusakan yang meningkat akibat perubahan iklim, dan berbagai tindakan, termasuk meningkatkan pendanaan, harus dilakukan untuk melindunginya dari kerentanan,” menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yang dirilis di sela-sela pertemuan konferensi iklim PBB COP28 di Dubai.
Laporan itu menyebutkan bahwa 35 persen rencana aksi iklim saat ini secara eksplisit merujuk pada kerugian dan kerusakan.
Ditegaskan pula bahwa isu tersebut semakin relevan secara global, di mana pertanian dinilai sebagai sektor yang paling terdampak.
Laporan itu menggarisbawahi pentingnya upaya terarah untuk mengatasi kerentanan sistem agrifood, yang memainkan peran penting dalam penghidupan dan pembangunan berkelanjutan.
"Pada 2020, agrifood mempekerjakan lebih dari 866 juta orang di seluruh dunia dan mencatat omset sebesar 3,6 triliun dolar AS (sekitar Rp55,6 kuadriliun),” kata laporan itu.
Laporan itu menekankan kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan metodologi dan alat untuk menilai dampak negatif perubahan iklim karena metode kontemporer sering gagal menangkap peristiwa yang terjadi secara perlahan serta dimensi kerugian dan kerusakan non-ekonomi.
Laporan ini juga mendesak adanya tindakan untuk memitigasi dampak kerugian dan kerusakan pada agrifood, termasuk memperjelas arti kerugian dan kerusakan bagi sistem agrifood nasional, meningkatkan penilaian risiko iklim, berinvestasi dalam pengumpulan data dan penelitian, menerapkan langkah-langkah adaptasi dan memperkuat tanggap darurat.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Jokowi paparkan langkah Indonesia capai penyerapan karbon hutan
Baca juga: Kritik dan harapan kepada COP28
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023