Anyer, Banten (ANTARA News) - Isu tsunami terkait gempa berskala 6,2 skala Richter di Selat Sunda masih tetap menjadikan hotel, restoran, toko, angkot dan ojek di Anyer, Banten, sepi pengunjung. "Banyak tamu membatalkan kunjungannya, tidak hanya di hotel kami, juga di hotel-hotel lain," kata Manajer Operasional Pondok Layung, Anyer, Tungki Faisal, Minggu. Dampak isu tsunami tidak hanya pada hotel, tetapi juga pada restoran, penjual buah, pedagang asongan, angkutan umum dan sarana penunjang lainnya. Salah seorang pengunjung yang datang bersama keluarganya, Tanti, merasa terkejut ketika penjual pete sangat berterima kasih karena dia sudah berbelanja di tempatnya. "Terima kasih ibu, terima kasih. Ini penglaris. Ibu yang pertama belanja di sini," kata penjual pete. Tanti merasa "surprise" karena dia berbelanja menjelang maghrib dan dinyatakan sebagai pelanggan pertama hari Sabtu itu (22/7). Suasana Anyer dan Carita pada malam Minggu, hingga Minggu pagi dan siang hari terlihat sepi. Angkutan yang lalu lalang juga sedikit. Kondisi itu sangat berbeda dengan sebelum gempa di Selat Sunda pada Rabu (19/7) yang berkekuatan 6,2 skala Richter. Gempa itu terasa hingga ke Jakarta, Bogor dan Lampung. Isu tsunami (pergerakan tanah dibawah laut yang diikuti dengan gelombang besar ke darat) merebak di Anyer dan Carita. Tungki mengatakan tidak ada tsunami di Anyer dan Carita. Bahkan, guncangan di Anyer dan Carita tidak sehebat di Jakarta. Namun, isu tsunami terlanjur merebak, dan bisnis pariwisata di Anyer dan Carita kembali porak poranda, seperti pasca tsunami di Aceh. "Saat itu kita susah payah mengembalikan kepercayaan pelanggan. Kondisi belum pulih sepenuhnya kini kondisi yang sama terulang lagi," kata Tungki. Dia memuji Presiden Yudhoyono yang telah datang ke Anyer untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan pada Anyer dan Carita. Tungki juga menghargai pengurus Kokantara yang tetap datang ke pondoknya di saat tamu lain membatalkan kunjungannya. "Kami berharap bantuan media massa dan pihak terkait lainnya bisa memulihkan Anyer dan Carita," kata Tungki. (*)
Copyright © ANTARA 2006