Gorontalo (ANTARA News) - Gorontalo mengenal dua tiliaya.
Tiliaya yang pertama adalah nama seorang putri Raja Ilato yang hidup sekitar abad ke-15, simbol perjuangan melawan bangsa Portugis.
Tiliaya lainnya adalah makanan manis khas Gorontalo yang dianggap sebagai "pahlawan" pengusir rasa lesu saat menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan.
Hadijah Giu jatuh cinta pada tiliaya ketika usianya 15 tahun. Perempuan Gorontalo itu dulu bertemu tiliaya setiap ada warga yang meninggal dunia.
"Dulu tiliaya harus ada saat tahlilan atau doa arwah, biasanya diletakkan di samping nasi kuning," kata perempuan yang lebih senang disapa Ma Ijah itu.
Makanan itu biasanya menjadi rebutan usai tahlilan. Ma Ijah harus bersaing dengan banyak orang, termasuk para lelaki yang hadir dalam tahlilan, agar bisa menikmati manisnya tiliaya.
Selain itu, saat upacara adat dan selama bulan Ramadhan merupakan masa untuk melepas kerinduan menyantap tiliaya.
Bagi sebagian orang yang "fanatik", makanan ini wajib ada setiap buka puasa dan sahur.
Untuk mendapatkan semangkok besar tiliaya, tak perlu merogoh kantong terlalu dalam. Hanya butuh dua butir telur, santan dari separuh kelapa utuh, dan gula aren atau gula merah yang sudah dilelehkan untuk membuat penganan ini.
"Bahannya hanya tiga dan waktunya tiga puluh menit," kata Ma Ija.
Ia lalu menuang dua butir telur ke mangkok dan mengocoknya perlahan. Ia lantas berbagi kiat menakar kebutuhan santan dalam mambuat tiliaya.
Tiliaya dengan dua telur hanya membutuhkan santan sebanyak dua cangkang telur yang hampir utuh. Jika telurnya dua butir, maka santannya juga dua "butir", agar rasanya pas di lidah.
Ketiga bahan adonan yang sudah tercampur rata kemudian dimasukkan ke wadah adonan dan ditaruh ke wajan berisi air yang dipanaskan sampai mendidih. Adonan perlu diaduk sebentar, kemudian ditutup dan ditunggu sampai 30 menit.
Tiliaya bisa disajikan hangat, namun lebih segar kalau dingin.
Makanan ini dianggap istimewa karena tak setiap hari ada ini bisa dinikmati dengan beberapa cara.
Sebagian besar penikmat, memilih nasi kuning sebagai pendamping makan tiliaya, tapi ada juga yang memakannya dengan nasi putih.
Sementara orang-orang muda, lebih suka menikmatinya tanpa menu tambahan. "Rasanya seperti makan puding, tapi teksturnya jauh lebih lembut," kata Ismail Sam (27), penikmat tiliaya.
Ia mengaku sangat menggemari tiliaya karena percaya makanan itu bisa meningkatkan kondisi tubuh selama puasa, membuat dia merasa nyaris tak dihampiri rasa lapar dan dahaga.
"Mungkin karena tiliaya manis, energi saya seakan tak berkurang. Jauh dari lemah, letih, apalagi lesu," ungkapnya.
Komposisi bahan untuk membuat tiliaya memang sarat sumber energi, kaya karbohidrat, protein dan lemak.
Dalam buku Menu Khas Daerah Gorontalo yang disusun ahli gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Arifasno Napu dan Sofyan Tambipi memaparkan kandungan nutrisi makanan tersebut.
Menurut mereka, tiliaya yang dibuat dari lima butir telur, 250 gram gula merah dan 200 cc santan mengandung 1.407 kalori energi dengan kandungan protein 58,2 gram, lemak 31,5 gram, karbohidrat 219 gram, serta kalsium, fosfor, natrium, kalium dan Vitamin A, B1, dan C.
Melihat kandungan gizinya, pantaslah Ma Ija dan Ismail jatuh cinta lalu setia pada kuliner tradisional ini.
Pewarta: Debby Hariyanti Mano
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013