Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Kabupaten Jember, Jawa Timur, selama ini dikenal dengan julukan Kota Seribu Gumuk, karena banyak gundukan tanah itu di daerah tersebut. Kini, jumlah gumuk di kabupaten itu terus berkurang seiring dengan banyaknya penambangan oleh pengusaha dan masyarakat.
Gumuk adalah gundukan tanah yang berbentuk seperti bukit yang biasanya berada di areal tanah milik penduduk. Keberadaan gumuk, termasuk yang ada di Kabupaten Jember, tergolong sangat vital karena menjadi wahana untuk tempat menyimpan atau sebagai sumber air, habitat satwa, tumbuhan dan mikroba, pembersih polusi udara, serta menjadi museum geologi alam mengenai beberapa dampak positif keberadaan gumuk bagi lingkungan dan masyarakat.
Kini, gumuk di kabupaten penghasil tembakau cerutu itu banyak yang berkurang. Sebagian besar hilangnya gumuk itu karena ditambang, baik diambil batu, pasir ataupun mineral lainnya. Selain yang dilakukan secara legal, ada juga penambangan beberapa gumuk secara ilegal.
Akibatnya, saat ini masyarakat mulai merasakan dampak dari berkurangnya gumuk, seperti berkurangnya debit air sumur, hilangnya mata air di sekitar gumuk, suhu sekitar yang makin panas, dan berkurangnya satwa-satwa yang menjauh dari areal bekas gumuk itu.
Peristiwa terbaru yang diduga dampak dari semakin berkurangnya gumuk adalah angin puting beliung yang semakin sering terjadi di Jember dengan daya intensitas makin besar, menyebar di beberapa daerah di Jember. Selama ini gumuk juga berfungsi sebagai tameng alami ketika ada angin puting beliung di suatu wilayah.
Kondisi itu menjadi perhatian dari dosen di Fakultas Pertanian Universitas Jember Sigit Prastowo bersama tim, karena menurutnya, salah satu penyebab alih fungsi gumuk adalah motif ingin mencari keuntungan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan uang dengan menambang gumuk itu.
Kebanyakan pemilik gumuk tergiur dengan iming-iming rupiah yang diberikan oknum pengusaha tambang material gumuk dan godaan tersebut muncul karena memang gumuk dianggap dapat menghasilkan cuan bagi pemilik dan penggarap.
Adanya iming-iming uang yang cukup besar menyebabkan pemilik gumuk dengan mudahnya menyetujui ketika gumuknya dieksploitasi hingga habis, rata dengan tanah tanpa memikirkan lagi efek negatif dari penambangan gumuk tersebut dalam jangka panjang.
Sebetulnya, keberadaan gumuk itu sendiri juga memiliki keuntungan secara ekonomi, tanpa harus digali atau digusur untuk diambil tanahnya. Keberadaan gumuk sebenarnya sangat bisa ditambah valuasinya melalui kegiatan ekonomi hijau. Artinya gumuk tetap bisa dibiarkan lestari dan warga pun bisa mendapatkan keuntungan, salah satunya dengan memanfaatkan serangga tawon klanceng atau kelulut, yang dalam Bahasa Inggris dinamakan stingless bee.
Serangga itu hidup liar, menghasilkan madu yang harganya lebih mahal dari madu lebah biasa dan cocok jika diletakan di gumuk-gumuk, termasuk di Jember, karena pakan tawon klanceng berupa tanaman berbunga, yang umumnya ada di sekitar gumuk.
Alternatif beternak tawon klanceng ini ditawarkan oleh tim Universitas Jember kepada warga Desa Patempuran di Kecamatan Kalisat dalam Program Desa Binaan 2023 Universitas Jember melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M).
Dari 13 gumuk yang semula ada di Desa Patempuran, kini hanya tersisa empat gumuk yang masih utuh, sedangkan dua gumuk kondisinya memprihatinkan karena menyisakan separuh bagian saja.
Dengan demikian tim Unej mencegah agar empat gumuk yang masih utuh itu tetap terpelihara dengan baik dan tidak lagi dibongkar oleh para penambang yang dapat merusak lingkungan.
Tambahan penghasilan
Dengan memperkanlkan beternak tawon klanceng yang menghasilkan madu itu, bisa menjadi tambahan penghasilan bagi masyarakat, khususnya pemilik gumuk dan warga sekitar, karena memang muaranya adalah mengurangi keinginan pemilik gumuk untuk menjual bahan tambang dari gumuk yang mereka miliki.
Sebagai rintisan tim dari kampus negeri di Jember itu bersama warga meletakkan tiga kotak koloni tawon klanceng di seputar gumuk yang masih utuh dan sengaja memilih penempatan di wilayah yang masih dekat dengan permukiman penduduk agar pengawasannya lebih terjamin, apalagi warga desa setempat masih dalam proses belajar beternak untuk tawon klanceng.
Tim menargetkan hingga akhir tahun 2023 ini ada 10 kotak berisi koloni tawon klanceng yang sudah ditempatkan di empat gumuk yang kondisinya masih utuh di Desa Patempuran.
Bagi mahasiswa, program itu menjadi kegiatan pembelajaran hidup dan dikonversi sebagai kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) karena Desa Patempuran sendiri sejak tahun 2020 sudah menjadi mitra dan desa binaan dari universitas tersebut.
Pelibatan anggota tim dari beragam latar belakang keilmuan diharapkan dapat memberikan pendampingan menyeluruh bagi warga Desa Patempuran untuk program budi daya tawon klanceng itu.
Program ternak tawon klanceng di Desa Patempuran itu diharapkan menjadi pelopor dan contoh bagi desa lain di Kabupaten Jember yang juga memiliki gumuk agar warga di daerah setempat tidak lagi menambang gumuk yang dapat merugikan lingkungan dalam jangka panjang.
Program usaha yang ditawarkan oleh kampus bersama tim itu disambut hangat oleh warga setempat karena mereka juga diberikan pelatihan dan pendampingan, serta bantuan ternak tawon klanceng, sehingga warga di Desa Patempuran memiliki alternatif untuk menambah penghasilan.
Dengan tambahan pendapatan beternak tawon klanceng diharapkan warga desa bisa tersenyum dan kawasan lingkungan sekitar gumuk tetap lestari demi masa depan anak dan cucu mereka.
Harapannya warga melakukan budi daya ternak tawon klanceng untuk mendapatkan keuntungan, sehingga masyarakat berdaya tanpa harus menambang gumuk yang dapat merusak lingkungan, agar julukan Jember sebagai Kota Seribu Gumuk tetap lestari di bumi pertiwi.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023