Potocari, Bosnia (ANTARA News) - Bosnia memakamkan kembali 409 korban pembantaian Srebrenica pada Kamis, 18 tahun setelah peristiwa keji sepanjang sejarah Eropa setelah Holocaust itu, sementara negara tersebut masih terjebak dalam kemelut etnis.
Dengan disaksikan ribuan pelayat, peti jenazah berbalut kain hijau diusung secara estafet melalui barisan lelaki Muslim Bosnia untuk dimakamkan di pekuburan Potocari, yang menjadi hutan nisan marmer serta kayu dan saat ini berjumlah 6.066 nisan.
Sekitar delapan ribu laki-laki dan anak-anak muslim dibunuh oleh pasukan etnis Serbia pada musim panas 1995, menjelang ujung peperangan yang pecah pada 1992 dan berakhir dengan runtuhnya federasi Yugoslavia dan menelan 100.000 nyawa.
Beberapa mayat belum diketemukan dari peristiwa yang disebut sebagai pembunuhan massal terburuk sejak tragedi Holocaust pada Perang Dunia Kedua.
Upacara pemakaman pada Kamis itu bertepatan dengan perubahan dramatis di kawasan Balkan. Tetangga Bosnia dan rekan sesama bekas republik Yugoslavia, Kroasia bergabung dengan Uni Eropa pada 1 Juli dan Serbia berada di penghujung pembicaraan aksesi dengan Kosovo.
Meski demikian, Bosnia masih tersandera oleh politisasi etnis Serbia, Kroasia dan Muslim (juga dikenal sebagai Bosniak) sehingga menghambat pembangunan di negara itu dan menjadikannya negara Eropa yang tertinggal.
Srebrenica masih menjadi luka menganga, bukti masih dipertikaikan di antara warga Serbia.
"Korban tak bersalah yang tak berdaya berhadapan dengan kriminal tak berperikemanusiaan sama seperti yang terjadi di kamp Nazi pada masa Hitler di Jerman," kata anggota Muslim badan tripartit Bosnia, Bakir Izetbegovic.
"Kami bertanya pada diri sendiri selama 18 tahun ini - apa salah mereka dan pada siapa?" kata Izetbegovic, putra presiden Bosnia saat perang terjadi.
Komandan militer Serbia Ratko Mladic dan politisi Radovan Karadzic tengah menghadapi pengadilan di Den Haag atas berbagai tuduhan termasuk pembantaian di Srebrenica. Keduanya membantah telah terjadi pembantaian berencana.
Di antara korban yang dimakamkan pada Kamis terdapat 44 anak laki-laki berusia antara 14 hingga 18 tahun dan seorang bayi perempuan yang meninggal di dalam kompleks pasukan perdamaian PBB. Jasad mereka digali dari lubang tak bernama dan diidentifikasi dengan tes DNA.
"Saya merasa seperti kehilangan mereka lagi hari ini," kata Ramiza Siljkovic (62 tahun) sambil berlutut di depan dua kuburan yang baru digali untuk kedua anak lelakinya. "Hanya setumpuk tulang belulang mereka yang ditemukan dari dua kuburan massal."
Pembantaian Srebrenica menjadi klimaks dari kebijakan pembersihan etnis oleh tentara Mladic untuk membentuk negara Serbia yang murni tanpa kehadiran etnis Bosnia lain.
Banyak warga Serbia di Serbia dan Bosnia yang masih meragukan data resmi serta penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Srebrenica.
Kota yang berlokasi di sebuah bukit di timur Bosnia dekat perbatasan dengan Serbia itu merupakan "kawasan aman" yang dijaga pasukan perdamaian PBB, namun mereka meninggalkan posnya dan memberi kesempatan bagi tentara etnis Serbia.
Pembunuhan antarkelompok dan kelambanan kekuatan besar dalam konflik di Suriah saat ini sering dibanding-bandingkan dengan apa yang terjadi di Bosnia saat itu.
Perang Bosnia berakhir pada 1995 setelah ada kesepakatan damai dengan AS sebagai penengah, yang menciptakan sistem kuota etnis dan pembagian kekuasaan yang kompleks, yang seringkali memicu penyelewengan.
Yang terakhir adalah munculnya kebuntuan mengenai bagaimana menerbitkan nomor identifikasi unik 13 digit bagi setiap warga, karena itu berarti selama beberapa minggu bayi yang baru lahir tidak terdaftar sehingga tidak bisa meninggalkan negara tersebut meskipun untuk berobat.
Uni Eropa dalam sebuah pernyataannya mendesak dilakukannya rekonsiliasi.
"Langkah besar telah dibuat ke arah itu, namun masih ada banyak hal yang harus dilakukan, terutama oleh pihak berwenang, sehingga warga di kawasan itu bisa menikmati perdamaian dan kesejahteraan, bersama dengan warga Eropa lainnya," demikian Reuters.
(S022/B002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013