Sampang (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang, Jawa Timur meluruskan isu yang berkembang di sebagian warga yang menyebutkan bahwa institusi itu melakukan pengusutan kasus dugaan korupsi Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) di Desa Gunung Rancak, karena unsur politik.
"Tudingan itu tidak benar. Tidak ada unsur politik apapun dalam penyidikan kasus BLT-DD tersebut, tapi murni karena penegakan hukum," kata Kasi Intel Kejari Sampang Achmad Wahyudi dalam keterangan pers kepada media di Sampang, Jawa Timur, Kamis.
Sebelumnya, Kejari Sampang merilis telah menetapkan seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi BLT-DD di Desa Gunung Rancak, Kecamatan Robatal, Sampang yang terjadi pada tahun 2020.
Penetapan dilakukan, berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan institusi itu setelah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi dan sebagian warga penerima bantuan.
Dari hasil penyelidikan, tim Kejari Sampang lalu menaikkan tahap penyelidikan menjadi penyidikan dan menetapkan seorang tersangka, yakni Bendahara Desa Gunung Rancak Sampang berinisial S.
"Semua ini, mulai dari pemeriksaan saksi-saksi, hingga penetapan tersangka dugaan kasus korupsi BLT-DD tersebut kami lakukan secara profesional sesuai dengan standar operasi prosedur yang ada. Jadi, tidak benar jika karena unsur politik," katanya, menegaskan.
Menurut Wahyudi, selain telah memenuhi unsur sebagaimana keterangan sejumlah saksi, hasil penyidikan tim penyidik Kejari Sampang juga menemukan ada kerugian negara sebesar Rp 260 juta dalam kasus itu.
"Karena itu, kami langsung menetapkan tersangkanya dan menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Yang menjadi tersangka satu orang, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bertambah, karena proses penyidikan masih terus berlangsung," katanya, menjelaskan.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Kepala Desa Gunung Rancak Muhammad Juhar dan Bendahara Desa Sofrowi yang kini menjadi tersangka kasus dugaan korupsi BLT-DD itu, Moh Bahri mengaku keberatan penetapan bendahara desa sebagai tersangka, dan menilai ada unsur politik.
"Kami kaget, dari undangan pemeriksaan saksi lalu dinaikkan statusnya menjadi tersangka," ucap Bahri.
Bahri mengatakan, sejak awal kasus yang ditangani Kejari Sampang terkesan ada tendensi politik tingkat desa dan terkesan dipaksakan, sebab kliennya telah mengembalikan uang senilai kerugian negara yang ditemukan tim Kejari Sampang yakni Rp260 juta.
"Kami sangat menyayangkan kenapa masih ditetapkan tersangka, kalau berbicara Undang-Undang Tipikor itu bagaimana negara menyelamatkan uang negara, sedangkan kasus ini kerugian negara sudah dikembalikan melalui kejaksaan," kata dia.
Saat itu, pencairan DD dan ADD atas perintah dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang, melalui bank penyalur dalam hal ini BRI. Sedangkan, Kepala Desa hanya sebatas memfasilitasi tempat lokasi pencairan.
"Kok kenapa yang harus bertanggungjawab kepala desa ketika ada warga yang merasa tidak menerima bantuan, kemana data penerimanya, yang pegang data penyaluran bantuan itu ya BRI secara by name by address," katanya.
Terkait protes penasihat hukum tersangka ini, Kasi Intel Kejari Sampang Achmad Wahyudi menyatakan, semua bentuk ketidakpuasan bisa disampaikan di persidangan.
Pewarta: Abd Aziz
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023