Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan transmisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dari ibu ke anak masih terjadi di Indonesia.
Hal tersebut dibuktikan dengan data Kemenkes yang mencatat adanya kasus HIV pada anak berusia di bawah 4 tahun dengan jumlah 1,9 persen.
"Ini menandakan bahwa transmisi dari ibu ke anaknya ini masih terjadi di Indonesia," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam taklimat media yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Imran mengatakan kasus anak dengan HIV masih ditemukan setiap tahunnya. Kemenkes mencatat sebanyak 910 kasus HIV pada anak dengan usia di bawah empat tahun pada 2019 silam. Data yang sama mencatatkan secara berturut-turut 617 kasus pada 2020, 501 kasus pada 2021, 639 kasus pada 2022, serta 557 kasus pada Januari hingga September 2023 ini.
"Berarti upaya kita untuk bisa memutus mata rantai penularan masih perlu kita giatkan lagi, karena kasihan anaknya kalau dia (ibunya) tidak melakukan pencegahan," ujarnya.
Untuk itu, Kemenkes telah melakukan sejumlah upaya seperti pencegahan, surveilans, penanganan kasus, serta usaha promosi kesehatan. Salah satu di antaranya yakni melalui skrining, di mana saat ini skrining HIV/AIDS bisa dilakukan secara mandiri.
Imran menjelaskan pihaknya tengah menggencarkan upaya skrining, termasuk skrining mandiri guna menjangkau populasi kunci yang pada saat ini tidak bisa diidentifikasi dengan jelas.
"Kita buka akses pada masyarakat, sehingga mereka bisa cek sendiri status mereka masing-masing menggunakan skrining mandiri," tambahnya.
Kemenkes, kata Imran, juga melakukan upaya pelacakan atau tracing HIV/AIDS terutama pada ibu hamil untuk dapat menanggulangi kasus anak dengan HIV/AIDS yang ditularkan melalui ibunya.
"Saat ini skrining HIV pada ibu hamil ada sekitar 60 persen kita lakukan, namun dari sekitar 60 persen, yang positif dan bisa kita tindak lanjuti itu jauh di bawah harapan. Sehingga kita perlu membuat upaya-upaya agar ibu hamil yang terdeteksi itu bisa segera kita tindaklanjuti. Karena kita memang melihat bahwa tantangan paling besar adalah kalau dites kemudian positif, dan dia tidak merasa ada masalah itu akan susah dia menyampaikannya kepada keluarga," jelasnya.
Tantangan tersebut, kata Imran, diperparah dengan berbagai macam tantangan lainnya seperti infrastruktur yang kurang memadai, adanya stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV (ODHIV), serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS.
Untuk itu, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan terkait seperti Pemerintah Pusat dan Daerah, akademisi dan praktisi, masyarakat, komunitas, swasta, serta media untuk dapat bersama-sama menanggulangi HIV/AIDS.
"Sesuai dengan tema Hari AIDS Sedunia tahun ini, bahwa komunitas itu perannya sangat besar. Bagaimana kita bisa membawa segera orang yang terdiagnosis (HIV/AIDS) untuk segera memulai pengobatan dan harus terkontrol itu sangat penting. Maka teman komunitas sudah harus naik kelas, bukan hanya menemukan ODHIV tapi juga membantu mereka untuk tetap mengonsumsi obat dan membantu kontrol secara teratur," tutur Imran Pambudi.
Baca juga: Kemenkes: Penurunan infeksi baru HIV capai 54 persen pada 2010-2022
Baca juga: 10 rekomendasi IDI untuk penanganan HIV AIDS lebih efisien
Baca juga: Kemenkes: Komunitas berperan penting untuk tangani HIV/AIDS
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023